Kamis, 16 Mei 2013

Masalah Pribadi dan Sosial dalam Perspektif Bimbingan dan Konseling

Bimbingan dan Konseling secara umum (dalam pola 17) memecah bidang layanan bimbingan dan konseling Pribadi dengan Bimbingan dan Konseling Sosial. Dalam perspektif Bimbingan dan Konseling, masalah sosial dibedakan dengan masalah pribadi melalui pemisahan layanan ini. Akan tetapi dalam perspektif psikologi masalah pribadi dan masalah sosial pada dasarnya sama, tidak terpisahkan dan sulit dibedakan. Sebagai mahasiswa calon konselor kita harus lebih memahami perbedaan diantara keduanya di dalam layanan Bimbingan dan Konseling serta membedakannya dari sekedar menyangkut permasalahan-permasalahan berkenaan pribadi dan sosial (pemahaman sempit). Apabila ditinjau dari sudut padang masalahnya, masalah sosial berimpitan dengan masalah pribadi. Penjelasannya sebagai berikut : 1. Masalah sosial yang dimaksud adalah masalah sosial yang menyangkut diri klien (kajian ilmu Bimbingan dan Konseling), bukan masalah sosial kemasyarakatan (kajian ilmu sosiologi. Masalah sosial yang dimaksud di dalam kajian ilmu Sosiologi adalah masalah-masalah sosial yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat dan obyeknya adalah masyarakat, seperti pengangguran, kriminalitas, kemiskinan, perbedaan strata ekonomi dan sosial dalam masyarakat. Sementara dalam Bimbingan dan Konseling, obyek masalah sosial adalah individu manusia dalam hubungannya dengan individu lain. 2. Masalah sosial konseli bersumber dari Masalah pribadi konseli. Jika dipahami bahwa masalah sosial berkenaan dengan individu. Maka, lahirnya masalah sosial dalam individu pada dasarnya merupakan efek atau pengaruh dari masalah pribadi yang terjadi dalam diri individu tersebut. Misalnya, konseli yang mengalami masalah pribadi disebabkan orang tuanya dirumah tidak harmonis, konseli tersebut menampakkan gejala-gejala perilaku pendiam dan murung saat di sekolah dan ketika bergaul dengan teman-teman. Gejala itu kemudian menahun dan menjadi sebuah masalah sosial yaitu mengucilkan diri dari pergaulan dengan teman-temannya. Dapat dilihat disini bahwa sumber utama masalah sosial yang dialami individu adalah masalah pribadi. 3. Rekonstruksi hubungan sosial melalui layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok sebagai upaya perbaikan hubungan sosial konseli adalah perbaikan diri pribadi konseli bukan perbaikan hubungan sosial yang dialami konseli dengan lingkungan sosial. Sehingga, di dalam Bimbingan dan Konseling kelompok konseli bisa bersama dengan anggota kelompok lain yang tidak memiliki hubungan masalah sosial dengan klien bahkan bisa tidak saling mengenal sebelumnya. Pemecahan masalah dalam konseling kelompok lebih ditekankan pada dinamika kelompoknya, yang membuat konseli merasa aman dan percaya pada kelompok agar dalam kehidupan nyata konseli benar-benar dapat membaur pada kelompok yang lebih luas. Dorongan, motivasi dan pemecahan masalah pada konseling kelompok lebih terasa bagi konseli karena persamaan nasib para anggota kelompok yang lain. Dan juga, permasalahan yang dibahas pada konseling kelompok adalah masalah yang lebih bersifat pribadi. Sementara perbaikan hubungan konseli dengan lingkungan sosial konseli adalah atas kehendak konseli sendiri akibat dari pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Apabila kita kaji lebih dalam. Menurut Dr. Syamsu Yusuf dan Dr. Ahmad Juntika Nurihsan (2008) disebutkan bahwa bidang layanan Bimbingan dan Konseling pribadi merupakan layanan yang diberikan agar konseli dapat mengembangkan: 1. Ketakwaan kepada Tuhan Yang maha Esa 2. Perolehan sistem nilai 3. Kemandirian emosional 4. Pengembangan keterampilan intelektual 5. Menerima diri dan mengembangkannya secara efektif Sementara bidang layanan Bimbingan dan Konseling sosial merupakan layanan yang diberikan agar konseli dapat mengembangkan : 1. Perilaku sosial yang bertanggung jawab 2. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya 3. Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga. Di dalam poin-poin diatas, jelas sekali bahwa obyek dari layanan tersebut adalah diri pribadi konseli. Pada layanan pribadi, konseli lebih diarahkan pada pengembangan kediriannya sebagai makhluk individual. Sementara pada layanan sosial, konseli dikembangkan kediriannya dan hubungan interaktifnya dengan lingkungan sosialnya sebagai makluk sosial. Sehingga bukan pada persoalan permasalahannya (apakah termasuk masalah pribadi-atau masalah sosial). Dengan demikian, pada layanan bimbingan dan konseling sosial, konselor dan konseli lebih dihadapkan pada cara untuk mengembangkan diri konseli menjadi manusia seutuhnya. Baik secara konseling perseorangan (individual) maupun secara kelompok. Konseli lebih dibekali seperangkat cara (metode) untuk memecahkan permasalahannya sendiri ketimbang mencari pemecahan atas masalah konseli. Hal ini yang membedakan layanan pribadi dengan layanan sosial. Setidaknya ada 4 bagaimana (cara), yang merupakan bahasan dari layanan bimbingan dan konseling sosial antara lain: 1. Bagaimana konseli dapat menempatkan diri dalam lingkungan sosial. Individu sebagai makhluk sosial, sehingga konseli ditumbuhkan pemahamannya mengenai hakekat kemanusiaannya. 2. Bagaimana konseli bersikap baik dan semestinya terhadap lingkungan sosial menurut standar moral, hukum dan agama yang berlaku setempat. Misalnya sopan santun, tata krama, rasa menghormati dan menghargai orang lain. 3. Bagaimana mendidik perilaku konseli yang tidak normative menjadi lebih normatif. 4. Bagaimana agar konseli dapat belajar dari lingkungan sosialnya, yang baik diambil, yang jelek dibuang. 5.Bagaimana membuat konseli dapat memahami perbedaan lingkungan sosial budaya, mengenal perbedaan lingkungan budaya yang multikultural dan dapat menyesuaikan diri baik dalam lingkungan yang berbeda maupun dnegan orang yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda dengan dirinya. Referensi : Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil). Jakarta: Ghalia Indonesia. Yusuf, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan. 2008. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya http://himcyoo.wordpress.com/2011/02/22/masalah-pribadi-dan-sosial-dalam-perspektif-bimbingan-dan-konseling/

Bimbingan Individual

Salah satu layanan yang diberikan oleh Pusat Bimbingan dan Konseling adalah Layanan Individual Dari beberapa jenis layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan kepada peserta didik, tampaknya untuk layanan konseling perorangan (individual) mendapat perhatian lebih. Karena layanan yang satu ini boleh dikatakan merupakan ciri khas dari layanan bimbingan dan konseling, yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus Dalam prakteknya, memang strategi layanan bimbingan dan konseling harus terlebih dahulu mengedepankan layanan – layanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan, namun tetap saja layanan yang bersifat pengentasan pun masih diperlukan. Oleh karena itu, konselor seyogyanya dapat menguasai proses dan berbagai teknik konseling, sehingga bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka pengentasan masalahnya dapat berjalan secara efektif dan efisien. Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) tahap awal (tahap mendefinisikan masalah); (2) tahap inti (tahap kerja); dan (3) tahap akhir (tahap perubahan dan tindakan). Isi 1 Tahap Awal (Tahap Mendefinisikan Masalah) 2 Tahap Inti (Tahap Kerja) 3 Tahap Akhir (Tahap Perubahan dan Tindakan) Tahap Awal (Tahap Mendefinisikan Masalah) Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya : Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport). Kunci keberhasilan membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan. Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah klien. Membuat penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi atau menaksir kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi klien, dan menentukan berbagai alternatif yang sesuai bagi antisipasi masalah. Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan klien, berisi: (1) Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan konselor tidak berkebaratan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan klien; dan (3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling. Tahap Inti (Tahap Kerja) Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja. Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya : Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam. Penjelajahan masalah dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang sedang dialaminya. Konselor melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-sama klien meninjau kembali permasalahan yang dihadapi klien. Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara. Hal ini bisa terjadi jika : Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap klien. Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien. Tahap Akhir (Tahap Perubahan dan Tindakan) Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu : Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling. Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah terbangun dari proses konseling sebelumnya. Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera). Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ; (1) menurunnya kecemasan klien; (2) perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis; (3) pemahaman baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya; dan (4) adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas http://konseling.ipdn.ac.id/program/wasana-praja

SURVEY PERMASALAHAN BK

kemungkinan penyebab dan akibat suatu Permasalahan BK Salah satu langkah yang perlu dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling untuk menangani suatu Permasalahan BK seseorang siswa ialah mengetahui kemungkinan sumber penyebab masalahnya sebagai latar belakang Permasalahan BK atau aspek diagnosis dari sesuatu Permasalahan BK. Aspek diagnosis itu adalah tinjauan ke masa yang lampau yang diduga menjadi sumber penyebab timbulnya masalah pada diri siswa. Setiap permasalahan yang terdapat pada diri siswa itu tentu ada penyebabnya. Ada dua pertimbangan paling tidak yang dapat digunakan untuk dapat diduga menjadi seumber penyebab itu, yaitu pengalaman empiris dan kajian secara teoritis. Tepatnya langkah dalam membuat keputusan diagnosis ini memungkinkan tepatnya langkah aspek prognosis dan hal itu akan memungkinkan tepatnya bentuk bantuan yang diberikan untuk mengatasi masalah. Membuat perkiraan kemungkinan penyebab atau aspek prognosis sesuatu Permasalahan BK perlu dilakukan oleh para Guru Pembimbing. Dengan membuat diagnosa ini, Guru Pembimbing dapat meramalkan kemungkinan keberhasilan melalui sesuatu bentuk usaha bantuan yang dapat ditempuh Guru Pembimbing. Atau apa kemungkinan akibat yang lebih buruk akan terjadi apabila Permasalahan BK dibiarkan saja tanpa intervensi atau bantuan Guru Pembimbing. Berikut ini diberikan contoh uraian beberapa gejala yang terdapat pada Permasalahan BK I, rincian masalahnya, kemungkinan penyebab masalah atau aspek diagnosis, dan kemungkinan akibat yang muncul dari masalah itu atau aspek prognosisnya. Membolos (Permasalahan BK I). Makna atau rincian membolos ialah : berhari-hari tidak masuk kelas tidak masuk sekolah tanpa alasan yang jelas dan ijin sering keluar pada jam tertentu tidak masuk kembali setelah meminta ijin masuk sekolah berganti hari mengajak teman-teman untuk keluar pada mata pelajaran yang tidak disenangi. Minta ijin keluar dengan berpura-pura sakit atau alasan lainnya. Mengiririmkan surat ijin tidak masuk dengan alasan yang dibuat-buat Meninggalkan sekolah pada jam pelajaran tanpa ijin dan tidak kembali ke sekolah. Kemungkinan sebab ; tidak senang dengan sikap dan pengajaran Guru merasa kurang mendapatkan perhatian dari guru merasa tidak nyaman oleh karena sikap guru proses belajar dan mengajar yang membosankan merasa gagal dalam belajar kurang berminat terhadap mata pelajaran terpengaruh oleh teman yang suka membolos takut masuk sekolah karena tidak membuat tugas yang diberikan guru tidak membayar kewajiban membayar uang sekolah kemungkinan akibat : minat terhadap pelajaran akan semakin kurang gagal dalam ujian hasil belajar yang diperoleh tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki tidak naik kelas penguasaan terhadap materi pelajaran tertinggal dari teman-teman lainnya. Dikeluarkan dari sekolah terlambat masuk sekolah (Permasalahan BK I) makna atau rincian terlambat masuk sekolah ialah : sering tiba di sekolah setelah jam pelajaran di mulai memakai waktu istirahat melebihi waktu yang ditentukan sengaja melambat-lambatkan diri masuk kelas meskipun tahu jam pelajaran sudah dimulai. Kemungkinan sebab : jarak antara rumah dan sekolah jauh kesulitan transportasi ke sekolah terlalu banyak kegiatan dir rumah sebelum sekolah terlambat bangun gangguan kesehatan tidak menyukai suasana sekolah tidak menyukai satu atau lebih mata pelajaran tidak menyiapkan pekerjaan rumah (PR) kurang mempunyai persiapan untuk kegiatan di kelas terlalu asyik dengan kegiataan di luar sekolah kemungkinan akibat nilai rendah tidak naik kelas hubungan dengan guru terganggu hubungan dengan kawan sekelas terganggu kegiatan di luar sekolah tidak terkendali B. Langkah-langkah dalam upaya memahami Permasalahan BK pemahaman terhadap suatu Permasalahan BK perlu dilakukan secara menyeluruh, mendalam, dan objektif. Menyeluruh artinya meliputi semua jenis informasi yang diperlukan, baik kemampuan akademik, keadaan social psikologis termasuk bakat, minat, sikap, keadaan fisik, lingkungan keluarga. Infomasi itu dipelajari melalui berbagai cara termasuk wawancara konseling, kunjungan rumah, observasi, catatan kumulatif. Penjelajahan jenis informasi melalui cara itu bukan saja menambah pemahaman yang lebih luas, melainkan juga pemahaman semakin mendalam, dan tentunya informasi atau data yang terkumpul itu haruslah akurat dan objektif. Untuk maksud tersebut di atas, upaya yang perlu dilakukan oleh guru pembimbing ialah ; 1. Mengenali gejala Pertama-tama tentu kita mengamati adanya suatu gejala, gejala itu mungkin ditemukan atau diperoleh dengan beberapa cara ; Guru Pembimbing menemukan sendiri gejala itu pada siswa yang mempunyai masalah, Guru mata pelajaran memberikan informasi adanya siswa yang bermasalah kepada guru pembimbing. Wali kelas meminta bantuan guru pembimbing untuk menangani seseorang siswa yang bermasalah berdasar informasi yang diterimanya dari pihak lain, seperti siswa, para guru ataupun pihak tata usaha. 2. Membuat deskripsi Permasalahan BK Setelah gejala itu dipahami oleh guru pembimbing, kemudian dibuatkan suatu deskripsi Permasalahan BKnya secara objektif, sederhana, tetapi cukup jelas. 3. Setelah deskripsinya dibuat, dipelajari lebih lanjut aspek ataupun bidang-bidang masalah yang mungkin dapat ditemukan dalam deskripsi itu. Kemudian ditentukan jenis masalahnya, apakah menyangkut masalah pribadi, social, belajar ataupun karier. 4. Jenis masalah yang sudah dikelompokan itu dijabarkan dengan cara mengembangkan ide-ide atau konsep-konsep menjadi lebih rinci, agar lebih mudah memahami permasalahannya secara cermat. 5. Adanya jabaran masalah yang lebih terinci itu dapat membantu guru pembimbing untuk membuat perkiraan kemungkinan sumber penyebab masalah itu muncul. 6. Perkiraan kemungkinan seumber penyebab itu membantu kita menjelajahi jenis informasi yang dikumpulkan, sumber informasi yang perlu dikumpulkan, dan teknik atau alat yang digunakan dalam pengumpulan informasi atau data. 7. Membuat perkiraan kemungkinan akibat yang timbulo dan jenis bantuan yang dapat diberikan merupakan langkah penting, agar kita dapat menjajaki kemungkinan memberikan bantuan. Apakah bantuan langsung ditangani oleh guru pembimbing atau perlu konferensi Permasalahan BK ataupun alih tangan Permasalahan BK. 8. Langkah pengumpulan data itu terutama melihat jenis infomasi atau data yang diperlukan seperti kemampuan akademik, sikap atau kepribadian, bakat, minat dsb. Dengan cara atau teknik apa jenis informasi atau data tersebut diperoleh, apakah melalui teknik tes atau teknik nontes. # �$s a �& �� Mengintegrasikan pendidikan luar biasa dengan pendidikan pada umumnya. Mengintegrasikan dan mengoptimalkan perkembangan kognisi, emosi, jasmani dan intuisi. Mengintegrasikan anak didik sebagai makhluk individual dan makhluk sosial. Mengintegrasikan antara subjek/materi pelajaran dengan kehidupan masa depan anak. Mengintegrasikan antara falsafah dan pandangan hidup dengan seni.[9] Sedangkan Abu Ahmadi menawarkan langkah-langkah untuk mengatais kesulitan belajar sebagai berikut: Pengumpulan data yang terdiri dari observasi, kunjungan rumah, case study, case history, daftar pribadi, meneliti pekerjaan anak, tugas kelompok, melaksanakan tes. Pengolahan data yang terdiri dari identifikasi kasus, membandingkan antara kasus, memandingkan dengan hasil tes dan menarik kesimpulan. Diagnosis yang meliputi keputusan tentang jenis kesulitan belajar anak, faktor-faktor penyebab kesulitan belajar anak, dan faktor penyebab utama kesulitan belajar anak dengan meminta bantuan dokter, psikiater, pekerja sosial guru kelas dan orang tua. Prognosis sebagai follow up dari diagnosis untuk menentukan treatment yang harus diberikan, bahan materi yang diperlukan, metode yang digunakan, alat bantu belajar yang diperlukan, waktu dan tempat pelaksanaan. Treatment (perlakuan) dilakukan melalui bimbingan belajar kelompok, bimbingan belajar individual, pengajaran remedial pelajaran tertentu, bimbingan pribadi atas kesulitan belajar secara psikologis, dan bimbingan orang tua.[10] BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Diagnosis adalah penentuan jenis penyakit dengan meneliti (memeriksa) gejala-gejala atau proses pemeriksaan terhadap hal yang dipandang tidak beres. Sedangkan kesulitan belajar adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat melakukan proses belajar sebagaimana mestinya. Jadi diagnosis kesulitan belajar adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh guru atau penyuluh terhadap murid yang diduga mengalami kesulitan belajar untuk menentukan jenis dan kekhususan kesulitan belajar yang dihadapi. Faktor-faktor timbulnya kesulitan belajar yaitu dari faktor intern meliputi gangguan fisik dan psikologis. Dan faktor ekstern meliputi faktor keluarga, sekolah dan lingkungan sosial. Anak didi yang mengalami kesulitan belajar dapat diidentifikasikan dengan ciri-ciri anak didik menunjukkan prestasi yang rendah dibawah rata-rata yang dicapai oleh kelompok kelas, lambat menyelesaikan tugas-tugas di kelas, hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan, dan menunjukkan sikap acuh tak acuh, dusta, kurang konsentrasi dan tidak semangat. Untuk mengatasi kesulitan belajar diperlukan beberapa langkah diantaranya: - Melakukan observasi kelas - Memeriksa penglihatan dan pandangan siswa - Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu - Memberikan tes kemampuan intelengensi (IQ) B. Saran Kami sebagai penulis apabila dalam penulisan dan penyusunan makalah ini terdapat kekurangan dan kelebihan maka kritik dan saran dari pembaca dan pembimbing kami harapkan sehingga tanpa dukungan dan saran pembimbing sangat jauh bagi kami untuk mencapai kesempurnaan. Akhirnya, hanya kepada Allah penulis selalu mengharap ridha-Nya, semoga dari penulisan yang terbatas ini, bisa mendatangkan manfaat yang tiada batas. Amien... DAFTAR PUSTAKA - Abdurrahman, Mulyono. Pendidikan Bagi Anak Kesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta, 2003 - Ahmadi, Abu. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta, 2003

Peran Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013

Artikel Pendidikan, Bimbingan Konseling, Kurikulum 2013, Pendidikan, Refleksi “Peran Bimbingan dan Konseling Dalam Kurikulum 2013”. Itulah tema masukan pemikiran dari Masyarakat Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia, terkait dengan kegiatan pengembangan Kurikulum 2013 yang saat ini sedang digodok pemerintah. Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa dalam Draft Pengembangan Kurikulum 2013, posisi dan keberadaan Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013 masih tampak samar-samar. Barangkali atas dasar itulah, sejumlah pakar dan praktisi Bimbingan dan Konseling yang tergabung dalam Masyarakat Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia tergerak rasa tanggungjawabnya untuk berpartisipasi dalam rangka mensukseskan Implementasi Kurikulum 2013. Perlu diketahui Masyarakat Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia adalah sejumlah pakar dan praktisi Bimbingan dan Konseling yang berhimpun dalam: Himpunan Sarjana Bimbingan dan Konseling Indonesia (HSBKI), unsur Himpunan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling Nasional (MGBKN) Forum Komunikasi Jurusan/Program Studi Bimbingan dan Konseling Indonesia (FK- JPBKI) Ikatan Bimbingan dan Konseling Sekolah (IBKS), divisi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) Ikatan Pendidik dan Supervisi Konseling (IPSIKON), divisi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN), Mereka telah melakukan serangkaian diskusi yang intens sehingga berhasil merumuskan pokok-pokok pikiran penting terkait dengan Peran Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013 untuk dijadikan sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan Bimbingan dan Konseling. Pokok-pokok pikiran tersebut mencakup: Hakikat Peminatan dalam Implementasi Kurikulum 2013 Peran dan Fungsi Bimbingan dan Konseling dalam Implementasi Kurikulum 2013 Eksistensi Bimbingan dan Konseling dalam Implementasi Kurikulum 2013 Prinsip Dasar Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Implementasi Kurikulum 2013 Kerangka Program Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013 Pengembangan Pedoman Bimbingan dan Konseling Penyiapan Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor Profesional ========= Jika Anda ingin mengunduh materi masukan dari Masyarakat Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia tentang Peran Bimbingan dan Konseling Dalam Kurikulum 2013 ini, silahkan klik tautan di bawah ini: Peran Bimbingan dan Konseling Dalam Kurikulum 2013 (Catatan: materi ini merupakan salah satu file dari 15 file yang saya peroleh dari Bapak Samsudin, M.Pd., Ketua Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling Nasional.) Info terkait bisa Anda lihat dalam tautan ini: Dukungan dan Masukan Penyempurnaan Kurikulum 2013 ========== Refleksi: Setelah menyimak isi masukan yang sangat berharga ini, pada prinsipnya saya mendukung sepenuhnya apa yang disampaikan oleh Masyarakat Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia. dan tentu saya berharap kiranya pemerintah dapat mengakomodirnya dalam bentuk kebijakan yang pasti tentang Bimbingan dan Konseling. Selanjutnya, saya dan teman-teman di lapangan sangat menunggu untuk segera terbit panduan atau pedoman operasional penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling yang utuh dan lengkap. Pengalaman yang sudah-sudah membuktikan kebijakan-kebijakan tentang Bimbingan dan Konseling seringkali “ketinggalan kereta”, dibandingkan dengan kebijakan yang berkaitan dengan pembelajaran. Bersamaan itu pula, saya yakin secara teknis (atau mungkin juga konseptual) terdapat perubahan-perubahan yang signifikan dalam penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Oleh karena itu, kegiatan pelatihan bagi para guru BK/Konselor dan Pengawas BK menjadi penting ========= Bagaimana menurut Anda? http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/02/05/peran-bimbingan-dan-konseling-dalam-kurikulum-2013/

Memaknai Pengembangan Diri bagi Siswa Bermasalah.

KTSP mengamanahkan adanya Pengembangan Diri bagi siswa agar siswa berkembang potensinya sesuai bakat, minat dan kemampuannnya.Memang di akui, penurunan prestasi siswa sebenarnya bukanlah karena semata-mata siswa bodoh dan ber IQ rendah.Tetapi kebanyakan dari mereka karena tidak mengetahui dan tidak menyadari potensi yang ada pada dirinya.Terlepas dari teori pengaruh lingkungan, mereka juga tak punya idola yang tepat sesuai dengan bakat yang ia miliki.Oleh karena itu pemerintah mengupayakan pengembangan diri mereka dan menugaskan sekolah untuk memfasilitasi.Kita mungkin sering dengar orang bilang atau mungkin juga kita sendiri " kenapa ya, waktu di kelas VII anak ini pintar, selalu rangking, kok sekarang jauh kali bedanya, kusut, malas dan sering cabut".Sayangnya kita cuma bisa mengeluh, padahal sebagai guru BK, inilah tantangan buat kita.Kita sering mengganggap, kalau siswa diam waktu kita mengajar, kita sudah berhasil.Atau kalau siswa aktif bertanya, tapi karena ada juga yang agak ngelantur lantas kita paksakan agar dia diam saja.Suatu hari saya mendapatkan siswa yang seringkali terlambat.Ketika saya ajak cerita, saya mendapat keterangan bahwa ia sering terlambat bangun.Rupanya satu rumah sering bangun antara jam 06.00 -06.30.Meskipun beragama Islam, nyatanya mereka sekeluarga tak ada yang shalat subuh.Disini perlu kesabaran dan metode.Sabar jangan langsung marah dan menyalahkan apalagi bernada menghina dan menghakimi.Gunakan pujian yang tepat untuk potensi yang ia miliki.Angkat derajatnya bahwa sebenarnya kita salut dengan pergaulannya yang luas di kalngan siswa.Katakan bahwa ia bisa jadi pelopor dalam keluarga.Dari kasus yang saya tangani, siswa ini berkurang intensitas terlambatnya hingga 75% dan ia sebisanya mulai shalat subuh hingga orangtuanya mungkin merasa malu dan mulai juga shalat.Namun perlu di ingat, seeringlah untuk mengadakan penguatan agar keadaan yang baik terus dapat dipertahankan.Dan tindakan selanjutnya adalah menggali potensi untuk pengembangan diri.Pengalamannnya membuat ia mau dan mampu berbicara dan mengutarakan pendapat, sehingga ia kami arahkan untuk mengikuti lomba pidato.Hasilnya,mungkin akan terlihat beberapa waktu lagi, karena siswa ini masih dalam tahap menerima bantuan dari BK.Ini sekedar sharing, bukan selamanya bisa diterapkan kepada semua siswa meski dengan masalah yang sama.Tinggal kita saja, mau berbuat atau tidak.

Pentingnya Motivasi dalam Pembelajaran

Salah satu tugas guru adalah mengajar. Dalam kegiatan mengajar ini tentu saja tidak dapat dilakukan sembarangan, tetapi harus menggunakan teori-teori dan prinsip-prinsip belajar tertentu agar bisa bertindak secara tepat. Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage dan Berliner, 1984: 335). Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Disamping kemandirian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Kegiatan belajar siswa dapat terjadi apabila siswa ada perhatian dan dorongan terhadap stimulus belajar. Untuk itu maka guru harus berupaya menimbulkan dan mempertahankan perhatian dan dorongan siswa belajar kepada siswa dilakukan guru sebelum mengajar di mulai. Pada saat berlangsungnya proses belajar-mengajar terutama pada saat siswa melakukan kegiatan belajar dan saat-saat kondisi belajar siswa mengalami kemunduran. Perhatian siswa terhadap stimulus belajar dapat diwujudkan melalui beberapa upaya seperti penggunaan media, memberikan pertanyaan kepada siswa, membuat variasi belajar pada siswa, sehingga siswa tidak bosan, sedangkan motivasi belajar siswa dapat dilakukan melalui dua bentuk motivasi. A. PENGERTIAN MOTIVASI Disamping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil, menurut H.L Petri (Petri, Herbert L, 1986: 3) Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran, menurut Oemar Hamalik (dalam Syaiful Bahri Djamarah, 2002, 114) bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan. Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya inteligensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan. Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianggap penting dalam kehidupannya. Perubahan nilai-nilai yang dianut akan mengubah tingkah laku manusia dan motivasinya. Karenanya bahan-bahan pelajaran yang disajikan hendaknya disesuaikan akan dengan minat siswa dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. B. PENTINGNYA MOTIVASI DALAM BELAJAR Apa pentingnya motivasi dalam belajar tentu saja sangat penting, diawal sudah dijelaskan bahwa motivasi adalah tenaga yang menggerakan dan mengarahkan aktivitas seseorang, artinya tanpa motivasi seorang siswa akan belajar dan sekolah dan akhirnya tentu saja tidak akan mencapai suatu keberhasilan dalam belajar. Motivasi belajar penting bagi siswa dan guru. Bagi siswa pentingnya motivasi belajar adalah sebagai berikut: 1. Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses dan hasil akhir 2. Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman sebaya 3. Mengarahkan kegiatan belajar 4. Membesarkan semangat belajar 5. Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja (disela-sela adalah istirahat atau bermain) yang berkesinambungan. Motivasi belajar juga penting diketahui oleh seorang guru. Pengetahuan dan pemahaman tentang motivasi belajar pada siswa bermanfaat bagi guru, manfaat itu sebagai berikut: 1. Membangkitkan, meningkatkan dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil; 2. Mengetahui dan memahami motivasi belajar siswa di kelas bermacam-macam; 3. Meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memiliki satu diantara bermacam-macam peran seperti sebagai penasihat, fasilitator, instruktur teman diskusi, penyemangat, pemberi hadiah, atau pendidik; 4. Memberi peluang guru untuk kerja rekayasa pedagogis. C. JENIS DAN SIFAT MOTIVASI Motivasi sebagai kekuatan mental individu, memiliki tingkat-tingkat. Para ahli ilmu jiwa mempunyai pendapat yang berbeda tentang tingkat kekuatan tersebut. Perbedaan pendapat tersebut umumnya didasarkan pada penelitian tentang perilaku belajar. Para Ilmuwan, meskipun mereka berbeda pendapat tentang tingkat kekuatannya, tetapi mereka pada umumnya sependapat bahwa motivasi tersebut dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu motivasi primer dan motivasi sekunder. 1. Jenis Motivasi Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar. Motif-motif dasar tersebut umumnya berasal dari segi biologis atau jasmani manusia. Motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari. Hal ini berbeda dengan motivasi primer. Sebagai ilustrasi, orang yang lapar akan tertarik pada makanan tanpa belajar. Untuk memperoleh makanan tersebut orang harus bekerja terlebih dahulu. Agar dapat bekerja dengan baik orang harus belajar bekerja. Bekerja dengan baik merupakan motivasi sekunder. Motivasi sosial atau motivasi sekunder memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. 2. Sifat Motivasi Motivasi seseorang dapat bersumber dari (i) dalam diri sendiri, yang dikenal sebagai motivasi internal, dan (ii) dari luar seseorang yang dikenal sebagai motivasi eksternal. Berdasarkan sifatnya motivasi dapat dibagi menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. a. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari diri sendiri dan tidak dipengaruhi oleh sesuatu di luar dirinya karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. b. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dalam diri seseorang karena pengaruh dari rangsangan di luar perbuatan yang dilakukannya. Tujuan yang diinginkan dan tingkah laku yang digerakkan oleh motivasi ekstrinsik terletak di luar tingkah laku itu. D. MOTIVASI DALAM BELAJAR Dalam perilaku belajar terdapat motivasi belajar. Motivasi belajar tersebut ada yang intrinsik atau ekstrinsik. Penguatan motivasi-motivasi belajar tersebut berada di tangan para guru/pendidik dan anggota masyarakat lain. Guru sebagai pendidik bertugas memperkuat motivasi belajar selama minimum 9 tahun. Pada usia wajib belajar. Orang tua bertugas memperkuat motivasi belajar sepanjang hayat. Ulama sebagai pendidik juga bertugas memperkuat motivasi belajar sepanjang hayat. Dalam belajar terdapat unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar. 1. Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar didalam kehidupan sehari-hari motivasi banyak dipelajari, termasuk motivasi dalam belajar. Oleh karena itu motivasi belajar dapat timbul tenggelam atau berubah, disebabkan beberapa unsur yang mempengaruhinya. Beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi belajar adalah sebagai berikut: a. Cita-cita atau aspirasi Cita-cita disebut juga aspirasi adalah suatu target yang ingin dicapai. Penentuan target ini tidak sama bagi semua siswa. b. Kemampuan belajar Dalam belajar dibutuhkan berbagai kemampuan, kemampuan ini meliputi beberapa aspek psikis yang terdapat dalam diri siswa misalnya pengamatan dan perhatian. c. Kondisi siswa Kondisi siswa yang mempengaruhi motivasi belajar berkaitan dengan kondisi fisik, dan kondisi psikologis. d. Kondisi lingkungan Kondisi lingkungan merupakan unsur-unsur dari luar diri siswa yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. e. Unsur-unsur dinamis dalam belajar Unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur yang keberadaannya dalam proses belajar tidak stabil, kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah dan bahkan hilang sama sekali khususnya kondisi-kondisi yang sifatnya kondisional. 2. Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Ada beberapa upaya meningkatkan motivasi belajar sebagai berikut: a. Optimalisasi penerapan prinsip belajar Perilaku belajar di sekolah telah menjadi pola umum. Sejak usia enam tahun, siswa masuk sekolah selama lima-enam jam sehari. Sekurang-kurangnya tiap siswa mengalami belajar di sekolah selama sembilan tahun. b. Optimalisasi unsur dinamis belajar dan pembelajaran Seorang siswa akan belajar dengan seutuh pribadinya perasaan, kemauan, pikiran, perhatian, fantasi dan kemampuan yang lain tertuju pada belajar. Meskipun demikian ketertujuan tersebut tidak selamanya berjalan lancar. Ketidaksejajaran tersebut disebabkan oleh kelainan jasmani atau mentalnya, ataupun naik turunnya energi jiwa. c. Optimalisasi pemanfaatan pengalaman dan kemampuan siswa Perilaku belajar siswa merupakan rangkaian tindak-tindak belajar setiap hari. Perilaku belajar setiap hari bertolak dari jadwal pelajaran sekolah. Untuk menghadapi hari pertama masuk sekolah guru telah membuat rancangan pengajaran. Sedangkan siswa telah terbiasa dengan membaca buku pelajaran. Siswa telah mengalami belajar yang berhasil atau belajar yang gagal sebelumnya. Siswa menghayati pahitnya kegagalan belajar, dan manisnya keberhasilan belajar. Oleh karena itu rancangan pengajaran satu tahun ajaran selalu diharapkan oleh seluruh siswa. KESIMPULANNYA : Motivasi adalah tenaga yang menggerakan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang tersebut. Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain, dari guru, orang tua, teman dan sebagainya. Motivasi itu sangat penting sekali bagi siswa dalam belajar, motivasi itu tidak hanya penting bagi siswa saja, tapi bagi guru pun sebagai pendidik harus ada didalam diri mereka, sebab guru adalah orang yang memfasilitasi dalam proses belajar mengajar dan membimbing bahkan mengarahkan siswa untuk menjadi orang sukses, tanpa adanya motivasi dalam diri siswa dan guru, maka tujuan pembelajaran tidak akan dapat tercapai seperti yang diinginkan.

KESALAHPAHAMAN YANG HARUS DIPERBAIKI DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING

Bimbingan dan konseling adalah upaya pemberian bantuan kepada peserta didik dengan menciptakan lingkungan perkembangan yang kondusif, dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, supaya peserta didik dapat memahami dirinya sehingga sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan tugas-tugas perkembangan. Upaya bantuan ini dilakukan secara terencana dan sistematis untuk semua peserta didik berdasarkan identifikasi kebutuhan mereka, pendidik, institusi dan harapan orang tua dan dilakukan oleh seorang tenaga profesional bimbingan dan konseling yaitu konselor. Prof.Dr.H.Prayitno,M.Sc.Ed dalam bukunya “Dasar-dasar Bimbingan dan konseling” (1994) menyatakan bahwa “tujuan umum bimbingan dan konseling adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status social ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Dalam hal ini bimbingan dan konseling membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan, interprestasi,pilihan, penyesuaian, dan ketrampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungannya.” Melihat dari apa yang diuraikan di atas dan membandingkannya dengan kenyataan yang ada di lingkungan pendidikan kita saat ini, masih banyak permasalahan-permasalahan atau kesalahpahaman dalam bidang bimbingan dan konseling ini. Permasalahan itu timbul mungkin karena bimbingan dan konseling itu digeluti oleh berbagai pihak dengan latar belakang yang sangat bervariasi.Disamping itu juga kurangnya literatur sehingga pemahaman mereka tentang bimbingan dan konseling kurang. Sabar Rutoto dalam tulisannya yg berjudul “Menyongsong Pelayanan Bimbingan Konseling Sekolah di Era Modern” di Majalah Ilmiah Pawiyatan, menyatakan : Kenyataan dilapangan menunjukan masih adanya titik lemah dalam pelaksanaan BK.

Kelemahan itu diantaranya adalah masih banyak tenaga pelaksana tidak berpendidikan khusus bimbingan : kalau ada tenaga khusus bmbingan mereka berpendidikan jenjang sarjana angkatan tahun delapan puluhan yang note bene materi pada waktu itu masih minim. Ada tenaga berkualifikasi penuh tetapi jumlahnya kurang dibandingkan dengan jumlah siswa yang harus dilayani atau mereka harus merangkap mengajar atau tugas-tugas lain yang tidak ada relevansinya. Tidak adanya ruangan khusus untuk konseling. Ruang bimbingan menjadi satu dengan ruang Tata Usaha atau ruang UKS dipisahkan dengan bagian lainnya hanya dengan almari sebagai penyekat. Atau ada ruangan khusus tetapi dengan ukuran tidak memadai dan untuk menampung segala macam kegiatan BK dan keperluan kerja guru pembimbing tidak tersedia alat ukur dan materi bimbingan .Tidak memadainya biaya yang disediakan , Kurang diperoleh kerjasama dengan personil lain di sekolah, sebagian karena kurang pengertian mereka mengenai tujuan dan hakekat BK, Belum adanya manajemen BK yang di kelola secara professional dan maju, sehingga mutu layanan BK di sekolah masih kurang dan belum mampu memenuhi tuntutan motto “BK peduli Siswa” dalam makna yang kita harapkan. Permasalahan yang di paparkan oleh Sabar Rutoto itu merupakan juga permasalahan yang ada di daerah kita. Dan bila kita cerna dan renungkan,masalah itu timbul bukan dari satu pihak, namun dari berbagai pihak dan tidak menutup kemungkinan juga permasalahan tersebut timbul karena dari pihak Guru pembimbingnya sendiri. Membahas tentang permasalahan ataupun kesalahpahaman dalam Bimbingan dan Konseling, Prof.Dr.H.Prayitno,M.Sc.Ed dalam bukunya “Dasar-dasar Bimbingan dan konseling” (1994) memaparkan 15 kesalahpahaman yang sering dijumpai dilapangan, yaitu :
1. Bimbingan dan Konseling disamakan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling adalah identik dengan pendidikan sehingga sekolah tidak perlu lagi bersusah payah menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling, karena dianggap sudah implisit dalam pendidikan itu sendiri. Cukup mantapkan saja pengajaran sebagai pelaksanaan nyata dari pendidikan. Mereka sama sekali tidak melihat arti penting bimbingan dan konseling di sekolah. Sementara ada juga yang berpendapat pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar terpisah dari pendidikan dan pelayanan bimbingan dan konseling harus secara nyata dibedakan dari praktik pendidikan sehari-hari. Walaupun guru dalam melaksanakan pembelajaran siswa dituntut untuk dapat melakukan kegiatan-kegiatan interpersonal dengan para siswanya, namun kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak hal yang menyangkut kepentingan siswa yang tidak bisa dan tidak mungkin dapat dilayani sepenuhnya oleh guru di sekolah melalui pelayanan pengajaran semata, seperti dalam hal pelayanan dasar (kurikulum bimbingan dan konseling), perencanaan individual, pelayanan responsif, dan beberapa kegiatan khas Bimbingan dan Konseling lainnya. Begitu pula, Bimbingan dan Konseling bukanlah pelayanan eksklusif yang harus terpisah dari pendidikan. Pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya memiliki derajat dan tujuan yang sama dengan pelayanan pendidikan lainnya (baca: pelayanan pengajaran dan/atau manajemen), yaitu mengantarkan para siswa untuk memperoleh perkembangan diri yang optimal. Perbedaan terletak dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, dimana masing-masing memiliki karakteristik tugas dan fungsi yang khas dan berbeda (1).
2. Menyamakan pekerjaan Bimbingan dan Konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater.

Dalam hal-hal tertentu memang terdapat persamaan antara pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater, yaitu sama-sama menginginkan konseli/pasien terbebas dari penderitaan yang dialaminya, melalui berbagai teknik yang telah teruji sesuai dengan masing-masing bidang pelayanannya, baik dalam mengungkap masalah konseli/pasien, mendiagnosis, melakukan prognosis atau pun penyembuhannya. Kendati demikian, pekerjaan bimbingan dan konseling tidaklah persis sama dengan pekerjaan dokter atau psikiater. Dokter dan psikiater bekerja dengan orang sakit sedangkan konselor bekerja dengan orang yang normal (sehat) namun sedang mengalami masalah.Cara penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat reseptual dan pemberian obat, serta teknis medis lainnya, sementara bimbingan dan konseling memberikan cara-cara pemecahan masalah secara konseptual melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental/psikis, modifikasi perilaku, pengubahan lingkungan, upaya-upaya perbaikan dengan teknik-teknik khas bimbingan dan konseling.
3. Bimbingan dan Konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang bersifat insidental.
Memang tidak dipungkiri pekerjaan bimbingan dan konseling salah satunya bertitik tolak dari masalah yang dirasakan siswa, khususnya dalam rangka pelayanan responsif, tetapi hal ini bukan berarti bimbingan dan konseling dikerjakan secara spontan dan hanya bersifat reaktif atas masalah-masalah yang muncul pada saat itu. Pekerjaan bimbingan dan konseling dilakukan berdasarkan program yang sistematis dan terencana, yang di dalamnya mengggambarkan sejumlah pekerjaan bimbingan dan konseling yang bersifat proaktif dan antisipatif, baik untuk kepentingan pencegahan, pengembangan maupun penyembuhan (pengentasan)
4. Bimbingan dan Konseling dibatasi hanya untuk siswa tertentu saja.
Bimbingan dan Konseling tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang bermasalah atau siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun bimbingan dan konseling harus dapat melayani seluruh siswa (Guidance and Counseling for All). Setiap siswa berhak dan mendapat kesempatan pelayanan yang sama, melalui berbagai bentuk pelayanan bimbingan dan konseling yang tersedia.
5. Bimbingan dan Konseling melayani “orang sakit” dan/atau “kurang/tidak normal”.

Sasaran Bimbingan dan Konseling adalah hanya orang-orang normal yang mengalami masalah. Melalui bantuan psikologis yang diberikan konselor diharapkan orang tersebut dapat terbebaskan dari masalah yang menghinggapinya. Jika seseorang mengalami keabnormalan yang akut tentunya menjadi wewenang psikiater atau dokter untuk penyembuhannya. Masalahnya, tidak sedikit petugas bimbingan dan konseling yang tergesa-gesa dan kurang hati-hati dalam mengambil kesimpulan untuk menyatakan seseorang tidak normal. Pelayanan bantuan pun langsung dihentikan dan dialihtangankan (referal).
6. Pelayanan Bimbingan dan Konseling berpusat pada keluhan pertama (gejala) saja.
Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dari gejala yang ditemukan atau keluhan awal disampaikan konseli. Namun seringkali justru konselor mengejar dan mendalami gejala yang ada bukan inti masalah dari gejala yang muncul. Misalkan, menemukan siswa dengan gejala sering tidak masuk kelas, pelayanan dan pembicaraan bimbingan dan konseling malah berkutat pada persoalan tidak masuk kelas, bukan menggali sesuatu yang lebih dalam dibalik tidak masuk kelasnya.
7. Bimbingan dan Konseling menangani masalah yang ringan.
Ukuran berat-ringannya suatu masalah memang menjadi relatif, seringkali masalah seseorang dianggap sepele, namun setelah diselami lebih dalam ternyata masalah itu sangat kompleks dan berat. Begitu pula sebaliknya, suatu masalah dianggap berat namun setelah dipelajari lebih jauh ternyata hanya masalah ringan saja. Terlepas berat-ringannya yang paling penting bagi konselor adalah berusaha untuk mengatasinya secara cermat dan tuntas. Jika segenap kemampuan konselor sudah dikerahkan namun belum juga menunjukan perbaikan maka konselor seyogyanya mengalihtangankan masalah (referal) kepada pihak yang lebih kompeten
8. Petugas Bimbingan dan Konseling di sekolah diperankan sebagai “polisi sekolah”.
Masih banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah “polisi sekolah” yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin dan keamanan di sekolah.Tidak jarang konselor diserahi tugas mengusut perkelahian ataupun pencurian, bahkan diberi wewenang bagi siswa yang bersalah. Dengan kekuatan inti bimbingan dan konseling pada pendekatan interpersonal, konselor justru harus bertindak dan berperan sebagai sahabat kepercayaan siswa, tempat mencurahkan kepentingan apa-apa yang dirasakan dan dipikirkan siswa. Konselor adalah kawan pengiring, penunjuk jalan, pemberi informasi, pembangun kekuatan, dan pembina perilaku-perilaku positif yang dikehendaki sehingga siapa pun yang berhubungan dengan bimbingan konseling akan memperoleh suasana sejuk dan memberi harapan.
9. Bimbingan dan Konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat.
Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat. Pemberian nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal.
10. Bimbingan dan konseling bekerja sendiri atau harus bekerja sama dengan ahli atau petugas lain
Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses yang sarat dengan unsur-unsur budaya,sosial,dan lingkungan. Oleh karenanya pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu bekerja sama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang sedang dihadapi oleh klien. Di sekolah misalnya, masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tidak berdiri sendiri.Masalah itu sering kali saling terkait dengan orang tua,siswa,guru,dan piha-pihak lain; terkait pula dengan berbagai unsur lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitarnya. Oleh sebab itu penanggulangannya tidak dapat dilakukan sendiri oleh guru pembimbing saja .Dalam hal ini peranan guru mata pelajaran, orang tua, dan pihak-pihak lain sering kali sangat menentukan. Guru pembimbing harus pandai menjalin hubungan kerja sama yang saling mengerti dan saling menunjang demi terbantunya siswa yang mengalami masalah itu. Di samping itu guru pembimbing harus pula memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dan dapat diadakan untuk kepentingan pemecahan masalah siswa. Guru mata pelajaran merupakan mitra bagi guru pembimbing, khususnya dalam menangani masalah-masalah belajar. Namun demikian, konselor atau guru pembimbing tidak boleh terlalu mengharapkan bantuan ahli atau petugas lain. Sebagai tenaga profesional konselor atau guru pembimbing harus mampu bekerja sendiri, tanpa tergantung pada ahli atau petugas lain. Dalam menangani masalah siswa guru pembimbing harus harus berani melaksanakan pelayanan, seperti “praktik pribadi”, artinya pelayanan itu dilaksanakan sendiri tanpa menunggu bantuan orang lain atau tanpa campur tangan ahli lain. Pekerjaan yang profesional justru salah satu cirinya pekerjaan mandiri yang tidak melibatkan campur tangan orang lain atau ahli.
11. Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain harus pasif Sesuai dengan asas kegiatan,
di samping konselor yang bertindak sebagai pusat penggerak bimbingan dan konseling, pihak lain pun, terutama klien,harus secara langsung aktif terlibat dalam proses tersebut.Lebih jauh, pihak-pihak lain hendaknya tidak membiarkan konselor bergerak dan berjalan sendiri. Di sekolah, guru pembimbing memang harus aktif, bersikap “jemput bola”, tidak hanya menunggu didatangi siswa yang meminta layanan kepadanya.Sementara itu, personil sekolah yang lain hendaknya membantu kelancaran usaha pelayanan itu. Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling adalah usaha bersama yang beban kegiatannya tidak semata-mata ditimpakan hanya kepada konselor saja. Jika kegiatan yang pada dasarnya bersifat usaha bersama itu hanya dilakukan oleh satu pihak saja, dalam hal ini konselor, maka hasilnya akan kurang mantap, tersendat-sendat, atau bahkan tidak berjalan sama sekali.
12. Menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja
Benarkah pekerjaan bimbingan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja? Jawabannya bisa saja “benar” dan bisa pula “tidak”. Jawaban ”benar”, jika bimbingan dan konseling dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara amatiran belaka. Sedangkan jawaban ”tidak”, jika bimbingan dan konseling itu dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan dan teknologi (yaitu mengikuti filosopi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan kata lain dilaksanakan secara profesional. Salah satu ciri keprofesionalan bimbingan dan konseling adalah bahwa pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup lama di Perguruan Tinggi.
13. Menyama-ratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien
Cara apapun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah haruslah disesuaikan dengan pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya.Tidak ada suatu cara pun yang ampuh untuk semua klien dan semua masalah. Bahkan sering kali terjadi, untuk masalah yang sama pun cara yang dipakai perlu dibedakan. Masalah yang tampaknya “sama” setelah dikaji secara mendalam mungkin ternyata hakekatnya berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasinya. Pada dasarnya.pemakaian sesuatu cara bergantung pada pribadi klien, jenis dan sifat masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan dan konseling, dan sarana yang tersedia.
14. Memusatkan usaha Bimbingan dan Konseling hanya pada penggunaan instrumentasi
Perlengkapan dan sarana utama yang pasti dan dan dapat dikembangkan pada diri konselor adalah “mulut” dan keterampilan pribadi. Dengan kata lain, ada dan digunakannya instrumen (tes.inventori,angket dan dan sebagainya itu) hanyalah sekedar pembantu. Ketidaan alat-alat itu tidak boleh mengganggu, menghambat, atau bahkan melumpuhkan sama sekali usaha pelayanan bimbingan dan konseling.Oleh sebab itu, konselor hendaklah tidak menjadikan ketiadaan instrumen seperti itu sebagai alasan atau dalih untuk mengurangi, apa lagi tidak melaksanakan layanan bimbingan dan konseling sama sekali.Tugas bimbingan dan konseling yang baik akan selalu menggunakan apa yang dimiliki secara optimal sambil terus berusaha mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan
15. Menganggap hasil pekerjaan Bimbingan dan Konseling harus segera terlihat.
Disadari bahwa semua orang menghendaki agar masalah yang dihadapi klien dapat diatasi sesegera mungkin dan hasilnya pun dapat segera dilihat. Namun harapan itu sering kali tidak terkabul, lebih-lebih kalau yang dimaksud dengan “cepat” itu adalah dalam hitungan detik atau jam. Hasil bimbingan dan konseling tidaklah seperti makan sambal, begitu masuk ke mulut akan terasa pedasnya. Hasil bimbingan dan konseling mungkin saja baru dirasakan beberapa hari kemudian, atau bahkan beberapa tahun kemuadian.. Misalkan, siswa yang mengkonsultasikan tentang cita-citanya untuk menjadi seorang dokter, mungkin manfaat dari hasil konsultasi akan dirasakannya justru pada saat setelah dia menjadi seorang dokter.
Melihat dari uraian di atas, jelas bahwa kesalahpahaman yang terjadi tersebut menyangkut hubungan antara bimbingan dan konseling dengan pendidikan, bagaimana peranan seorang konselor di sekolah, jenis bantuan yang diberikan, karakteristik masalah yang ditangani, prosedur kerja, kualifikasi keahlian, hasil yang harus dicapai, serta penggunaan instrumentasi bimbingan dan konseling. Haruskan permasalahan ini berlanjut terus, hingga apa yang dikonsepkan tentang bimbingan dan konseling menjadi kabur di masyarakat dan akhirnya timbul penilaian yang negatif terhadap bimbingan dan konseling. Banyak yang harus dilakukan untuk permasalahan ini, agar adanya meningkatkan pelayanan Bimbingan dan Konseling yang berdaya guna.Mari kita bangun kerjasama yang baik dalam satu tujuan yang sama yaitu menjadikan anak didik kita menjadi manusia yang berguna bagi bangsa dan Negara. Menciptakan kerjasama yang baik dengan pihak-pihak tertentu sangatlah tidak mudah, perlu adanya kerja keras dari Guru pembimbing. Untuk itu perlu adanya langkah-langkah penguatan dan penegasan peran serta identitas profesi. Langkah-langkah tersebut adalah :
1. Memahamkan Para kepala Sekolah Diyakini bahwa dukungan Kepala Sekolah dalam implementasi dan penanganan program Bimbingan dan Konseling di sekolah, sangat esensial, Hubungan antara kepala sekolah dengan konselor sangat penting terutama di dalam menentukan keefektifan program. Kepala Sekolah yang memahami dengan baik profesi Bimbingan dan konseling akan :
a. Memberikan kepercayaan kepada konselor dan memelihara komunikasi yang teratur dalam berbagai bentuk.
b. Memahami dan merumuskan peran konseling
c. Menempatkan staf sekolah sebagai tim atau mitra kerja
2. Membebaskan konselor dari tugas yang tidak relevan Masih ada konselor di sekolah yang diberi tugas mengajar bidang studi, bahkan mengrus hal-hal yang tidak relevan dengan Bimbingan dan Konseling seperti petugas piket, Bagian tata tertib sekolah , wali kelas dsb nya. Tugas-tugas ini tidak relevan dengan latar belakang pendidikan dan tidak akan menjadikan Bimbingan dan Konseling dapat dilaksanakan secara professional. Contoh : seorang pembimbing di tugas kan sebagai guru piket, pada saat dia piket ada seorang siswa yang terlambat dan menurut aturan bahwa siswa yang terlambat harus di hukum dahulu oleh guru piket baru boleh masuk kelas. Tidak kah hal ini akan menjadikan fungsi Bimbingan dan konseling menjadi kabur.Dimana seorang guru pembimbing di tuntut untuk menghindari sikap menghukum siswa,namun karena sebagai guru piket,dia harus menjalani tugasnya sebagai guru piket.
3. Membangun Standar Supervisi Tidak terpenuhinya standar yang diharapkanuntuk melakukan supervise Bimbingan dan Konseling membuat layanan tersebut terhambat dan tidak efektif. Supervisi yang dilakukan oleh orang yang tidak memahami dan tidak berlatarbelakang Bimbingan dan Konseling bisa membuat perlakuan supervise Bimbingan dan Konseling disamakan dengan perlakuan supervise guru bidang studi. Akibatnya balikan yang diperoleh konselor dari pengawas bukanlah hal-hal yang substanstif tentang kemampuan bimbingan dan konseling melainkan hal-hal tekhnis administrative. Supervisi Bimbingan dan konseling mesti di arahkan kepada upaya membina ketrampilan professional konselor seperti : Memahirkan ketrampilan konseling, belajar bagaimana menangani kesulitan siswa, mempraktekkan kode etik profesi, Mengembangkan program Komprehensif, mengembangkan ragam intervensi psikologis, dan melakukan fungsi-fungsi yang relevan.
4. Melakukan Sosialisasi tentang fungsi dan Tujuan Bimbingan dan konseling Banyak cara untuk melakukan sosialisasi ini. Diantaranya melakukan Seminar-seminar pendidikan yang diselenggarakan oleh ABKIN untuk semua guru Bidang studi. Selalu berbicara dalam rapat atau musyawarah yang diadakan di sekolah sendiri. Bertukar pikiran dengan teman-teman guru di sekolah dan sambil menjelaskan fungsi dan kedudukan Bimbingan dan konseling sebenarnya.
5. Meningkatkan kinerja guru pembimbing sendiri Banyak yang bisa kita lakukan sebagai guru pembimbinguntuk meningkatkan kinerja kita. Paling tidak kita punya niat untuk bekerja secara professional.Hal ini sudah bisa menjadi motifasi kita untuk maju Adapun yang bisa dilakukan diantaranya :
a. Mengikuti kegiatan MGBK. Pemerintah sudah menyiapkan dana untuk melakukan kegiatan MGBK. Maka ikutilah kegiatan itu secara aktif, selain ilmu baru kita dapat, kita juga bisa searing dengan rekan sesama konselor.
b. Mengikuti seminar-seminar Pendidikan Beberapa tahun belakangan ini, banyak sekali instansi , lembaga atau organisasi yang mengadakan seminar.Untuk kita yang berprofesi konselor.Perdalamlah ilmu kita dengan kegiatan seminar khusus bimbingan dan konseling.
c. Memanfaat Ilmu Tekhnologi untuk mengembangkan pengetahuan Banyak sekali informasi-informasi yang bisa kita dapat melalui internet. Banyak tulisan-tulisan yng di buat oleh mahasiswa, dosen, guru pembimbing dan bahkan pakar-pakar Bimbingan konseling juga membagi ilmunya melalui internet.
d. Menambah ilmu dengan mengikuti pendidikan yang lebih tinggi lagi. Tanpa kesadaran dari praktisi Bimbingan dan konseling untuk menanggapi masalah ini, maka bimbingan dan konseling tidak akan maju dan berkembang dan akhirnya tidak bisa melakukan pelayanan-pelayanan terhadap siswa yang menghadapi perkembangan dunia yang semakin kompleks dan penuh dengan permasalahan-permasalahan hidup. Heriyanti,S.Pd http://wwwheriyanti-heriyanti.blogspot.com/2011/09/kesalahpahaman-yang-harus-diperbaiki.html

Pentingnya Motivasi dalam Pembelajaran


Salah satu tugas guru adalah mengajar. Dalam kegiatan mengajar ini tentu saja tidak dapat dilakukan sembarangan, tetapi harus menggunakan teori-teori dan prinsip-prinsip belajar tertentu agar bisa bertindak secara tepat.
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar
pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage dan Berliner, 1984: 335). Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Disamping kemandirian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar.
Kegiatan belajar siswa dapat terjadi apabila siswa ada perhatian dan dorongan terhadap stimulus belajar. Untuk itu maka guru harus berupaya menimbulkan dan mempertahankan perhatian dan dorongan siswa belajar kepada siswa dilakukan guru sebelum mengajar di mulai. Pada saat berlangsungnya proses belajar-mengajar terutama pada saat siswa melakukan kegiatan belajar dan saat-saat kondisi belajar siswa mengalami kemunduran. Perhatian siswa terhadap stimulus belajar dapat diwujudkan melalui beberapa upaya seperti penggunaan media, memberikan pertanyaan kepada siswa, membuat variasi belajar pada siswa, sehingga siswa tidak bosan, sedangkan motivasi belajar siswa dapat dilakukan melalui dua bentuk motivasi.

A.    PENGERTIAN MOTIVASI
Disamping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil, menurut H.L Petri (Petri, Herbert L, 1986: 3) Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran, menurut Oemar Hamalik (dalam Syaiful Bahri Djamarah, 2002, 114) bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan.
Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya inteligensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan.
Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianggap penting dalam kehidupannya. Perubahan nilai-nilai yang dianut akan mengubah tingkah laku manusia dan motivasinya. Karenanya bahan-bahan pelajaran yang disajikan hendaknya disesuaikan akan dengan minat siswa dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.

B.     PENTINGNYA MOTIVASI DALAM BELAJAR
Apa pentingnya motivasi dalam belajar tentu saja sangat penting, diawal sudah dijelaskan bahwa motivasi adalah tenaga yang menggerakan dan mengarahkan aktivitas seseorang, artinya tanpa motivasi seorang siswa akan belajar dan sekolah dan akhirnya tentu saja tidak akan mencapai suatu keberhasilan dalam belajar.
Motivasi belajar penting bagi siswa dan guru. Bagi siswa pentingnya motivasi belajar adalah sebagai berikut:
1.      Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses dan hasil akhir
2.      Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman sebaya
3.      Mengarahkan kegiatan belajar
4.      Membesarkan semangat belajar
5.      Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja (disela-sela adalah istirahat atau bermain) yang berkesinambungan.
Motivasi belajar juga penting diketahui oleh seorang guru. Pengetahuan dan pemahaman tentang motivasi belajar pada siswa bermanfaat bagi guru, manfaat itu sebagai berikut:
1.      Membangkitkan, meningkatkan dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil;
2.      Mengetahui dan memahami motivasi belajar siswa di kelas bermacam-macam;
3.      Meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memiliki satu diantara bermacam-macam peran seperti sebagai penasihat, fasilitator, instruktur teman diskusi, penyemangat, pemberi hadiah, atau pendidik;
4.      Memberi peluang guru untuk kerja rekayasa pedagogis.

C.    JENIS DAN SIFAT MOTIVASI
Motivasi sebagai kekuatan mental individu, memiliki tingkat-tingkat. Para ahli ilmu jiwa mempunyai pendapat yang berbeda tentang tingkat kekuatan tersebut. Perbedaan pendapat tersebut umumnya didasarkan pada penelitian tentang perilaku belajar. Para Ilmuwan, meskipun mereka berbeda pendapat tentang tingkat kekuatannya, tetapi mereka pada umumnya sependapat bahwa motivasi tersebut dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu motivasi primer dan motivasi sekunder.
1.      Jenis Motivasi
Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar. Motif-motif dasar tersebut umumnya berasal dari segi biologis atau jasmani manusia.
Motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari. Hal ini berbeda dengan motivasi primer. Sebagai ilustrasi, orang yang lapar akan tertarik pada makanan tanpa belajar. Untuk memperoleh makanan tersebut orang harus bekerja terlebih dahulu. Agar dapat bekerja dengan baik orang harus belajar bekerja. Bekerja dengan baik merupakan motivasi sekunder.
Motivasi sosial atau motivasi sekunder memegang peranan penting bagi kehidupan manusia.
2.      Sifat Motivasi
Motivasi seseorang dapat bersumber dari (i) dalam diri sendiri, yang dikenal sebagai motivasi internal, dan (ii) dari luar seseorang yang dikenal sebagai motivasi eksternal.
Berdasarkan sifatnya motivasi dapat dibagi menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
a.       Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari diri sendiri dan tidak dipengaruhi oleh sesuatu di luar dirinya karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
b.      Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dalam diri seseorang karena pengaruh dari rangsangan di luar perbuatan yang dilakukannya. Tujuan yang diinginkan dan tingkah laku yang digerakkan oleh motivasi ekstrinsik terletak di luar tingkah laku itu.

D.    MOTIVASI DALAM BELAJAR
Dalam perilaku belajar terdapat motivasi belajar. Motivasi belajar tersebut ada yang intrinsik atau ekstrinsik. Penguatan motivasi-motivasi belajar tersebut berada di tangan para guru/pendidik dan anggota masyarakat lain. Guru sebagai pendidik bertugas memperkuat motivasi belajar selama minimum 9 tahun. Pada usia wajib belajar. Orang tua bertugas memperkuat motivasi belajar sepanjang hayat. Ulama sebagai pendidik juga bertugas memperkuat motivasi belajar sepanjang hayat. Dalam belajar terdapat unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar.
1.      Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar didalam kehidupan sehari-hari motivasi banyak dipelajari, termasuk motivasi dalam belajar. Oleh karena itu motivasi belajar dapat timbul tenggelam atau berubah, disebabkan beberapa unsur yang mempengaruhinya. Beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi belajar adalah sebagai berikut: 
a.       Cita-cita atau aspirasi
Cita-cita disebut juga aspirasi adalah suatu target yang ingin dicapai. Penentuan target ini tidak sama bagi semua siswa.
b.      Kemampuan belajar
Dalam belajar dibutuhkan berbagai kemampuan, kemampuan ini meliputi beberapa aspek psikis yang terdapat dalam diri siswa misalnya pengamatan dan perhatian.
c.       Kondisi siswa
Kondisi siswa yang mempengaruhi motivasi belajar berkaitan dengan kondisi fisik, dan kondisi psikologis.
d.      Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan merupakan unsur-unsur dari luar diri siswa yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
e.       Unsur-unsur dinamis dalam belajar
Unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur yang keberadaannya dalam proses belajar tidak stabil, kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah dan bahkan hilang sama sekali khususnya kondisi-kondisi yang sifatnya kondisional.
2.      Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar
Ada beberapa upaya meningkatkan motivasi belajar sebagai berikut:
a.       Optimalisasi penerapan prinsip belajar
Perilaku belajar di sekolah telah menjadi pola umum. Sejak usia enam tahun, siswa masuk sekolah selama lima-enam jam sehari. Sekurang-kurangnya tiap siswa mengalami belajar di sekolah selama sembilan tahun.
b.      Optimalisasi unsur dinamis belajar dan pembelajaran
Seorang siswa akan belajar dengan seutuh pribadinya perasaan, kemauan, pikiran, perhatian, fantasi dan kemampuan yang lain tertuju pada belajar. Meskipun demikian ketertujuan tersebut tidak selamanya berjalan lancar. Ketidaksejajaran tersebut disebabkan oleh kelainan jasmani atau mentalnya, ataupun naik turunnya energi jiwa.
c.       Optimalisasi pemanfaatan pengalaman dan kemampuan siswa
Perilaku belajar siswa merupakan rangkaian tindak-tindak belajar setiap hari. Perilaku belajar setiap hari bertolak dari jadwal pelajaran sekolah. Untuk menghadapi hari pertama masuk sekolah guru telah membuat rancangan pengajaran. Sedangkan siswa telah terbiasa dengan membaca buku pelajaran. Siswa telah mengalami belajar yang berhasil atau belajar yang gagal sebelumnya. Siswa menghayati pahitnya kegagalan belajar, dan manisnya keberhasilan belajar. Oleh karena itu rancangan pengajaran satu tahun ajaran selalu diharapkan oleh seluruh siswa.

PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Motivasi adalah tenaga yang menggerakan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang tersebut.
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain, dari guru, orang tua, teman dan sebagainya. Motivasi itu sangat penting sekali bagi siswa dalam belajar, motivasi itu tidak hanya penting bagi siswa saja, tapi bagi guru pun sebagai pendidik harus ada didalam diri mereka, sebab guru adalah orang yang memfasilitasi dalam proses belajar mengajar dan membimbing bahkan mengarahkan siswa untuk menjadi orang sukses, tanpa adanya motivasi dalam diri siswa dan guru, maka tujuan pembelajaran tidak akan dapat tercapai seperti yang diinginkan.

B.     SARAN
Melalui penulisan makalah ini, hendaknya kita sebagai calon guru perlu membekali diri kita masing-masing baik dengan sejumlah ilmu pengetahuan maupun keterampilan tetapi juga menyadari bahwa kelak di masa depan sebagai seorang guru yang profesional sangatlah kompleks. Oleh karena itu, mulai dari sekarang kita perlu mempersiapkan diri baik dari segi intelektual, mental, sosial, dan emosional kita sedapat mungkin mampu untuk tampil menjadi seorang pendidik yang sukses menciptakan dan melaksanakan pembelajaran yang lebih berkualitas serta mampu menjawab kebutuhan-kebutuhan belajar anak didik kelak.

DAFTAR PUSTAKA

Nana Sudjana (1989). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Dimyati (1999). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Sabtu, 11 Mei 2013

INOVASI DALAM PENDIDIKAN


 Perkembangan Pendidikan
Tidak bisa diragukan lagi bahwasanya manusia tak akan terlepas dengan mengeksplorasi segala sumber daya yang dimilikinya. Dengan cara mencurahkan segala daya dan kemampuanya untuk selalu berinofasi menemukan sesuatu yang baru yang dapat membantu hidupnya menjadi lebih baik. Jika manusia tidak menggali segala kemampuanya maka ia akan tertinggal bahkan tergerus oleh zaman yang selalu berkembang.
Dalam dunia pendidikan Inovasi adalah hal yang mutlak dilakukan karena tanpa inovasi akan terjadi kemandekan pada dunia pendidikan yang kemudian berimbas pada pada elemen-elemen kehidupan yang lain seperti politik, ekonomi, social dan lain-lain.
 Pengertian Inovasi Pendidikan
Berbicara mengenai inovasi (pembaharuan) mengingatkan kita pada istilah invention dan discovery.Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru artinya hasil karya manuasia.Discovery adalah penemuan sesuatu (benda yang sebenarnya telah ada sebelumnya.Dengan demikian, inovasi dapat diartikan usaha menemukan benda yang baru dengan jalan melakukan kegiatan (usaha) invention dan discovery.Dalam kaitan ini Ibrahim (1989) mengatakan bahwa inovasi adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat).Maka dapat ditarik kesimpulan Ibahwa Inovasi pendidikan adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi dunia pendidkan. Contoh bidangnya adalah Managerial, Teknologi, dan Kurikulum Inovasi yang berbentuk metode dapat berdampak pada perbaikan, meningkatkan kualitas pendidikan serta sebagai alat atau cara baru dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam kegiatan pendidikan. Dengan demikian metode baru atau cara baru dalam melaksanakan metode yang ada seperti dalam proses pembelajaran dapat menjadi suatu upaya meningkatkan efektivitas pembelajaran.
Sementara itu inovasi dalam teknologi juga perlu diperhatikan mengingat banyak hasil-hasil teknologi yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, seperti penggunaannya untuk teknologi pembelajaran, prosedur supervise serta pengelolaan informasi pendidikan yang dapat meningkatkan efisiensi pelaksanaan pendidikan. 

Inovasi pendidikan dan model pembelajaran di Indonesia
a. Top Down Inovation
Inovasi model Top Down ini sengaja diciptakan oleh atasan (pemerintah) sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan atau pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, ataupun sebagai usaha untuk meningkatkan efisiensi dan sebaginya. Inovasi seperti ini dilakukan dan diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan dan bahkan memaksakan apa yang menurut pencipta itu baik untuk kepentingan bawahannya. Dan bawahan tidak punya otoritas untuk menolak pelaksanaannya.
Contoh :adalah yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasinal selama ini. Seperti penerapan kurikulum, kebijakan desentralisasi pendidikan dan lain-lain.
b. bottom up Inovation
Yaitu model ionovasi yang bersumber dan hasil ciptaan dari bawah dan dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan penyelenggaraan dan mutu pendidikan.Biasanya dilakukan oleh para guru.
c. Desentralisasi dan Demokratisasi pendidikan.
Perjalanan pendidikan nasional yang panjang mencapai suatu masa yang demokratis kalau tidak dapat disebut liberal-ketika pada saat ini otonomisasi pendidikan melalui berbagai instrument kebijakan, mulai UU No. 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, privatisasi perguruan tinggi negeri-dengan status baru yaitu Badan Hukum Milik Negara (BHMN) melalui PP No. 60 tahun 2000, sampai UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang mengatur konsep, sistem dan pola pendidikan, pembiayaan pendidikan, juga kewenangan di sektor pendidikan yang digariskan bagi pusat maupun daerah. Dalam konteks ini pula, pendidikan berusaha dikembalikan untuk melahirkan insan-insan akademis dan intelektual yang diharapkan dapat membangun bangsa secara demokratis, bukan menghancurkan bangsa dengan budaya-budaya korupsi kolusi dan nepotisme, dimana peran pendidikan (agama, moral dan kenegaraan) yang didapat dibangku sekolah dengan tidak semestinya.
Jika kita merujuk pada undang-undang Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang otonomi pemerintahan daerah maka Desentralisasi pendidikan bisa diartikan sebagai pemberian kewenangan untuk mengatur pendidikan di daerah.
Ada dua konsep
desentralisasi pendidikan.
Pertama, desentralisasi kewenangan di sektor pendidikan.Desentralisasi lebih kepada kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.Kedua, desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah.
Konsep pertama berkaitan dengan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah sebagai bagian demokratisasi.Konsep kedua lebih fokus mengenai pemberian kewenangan yang lebih besar kepada manajemen di tingkat sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
d. KTSP
KTSP yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan kurikulum yang bersifat operasional dan dilaksanakan dimasing-masing tingkat satuan pendidikan. Landasan hukum kurikulum ini yaitu Undang-undang Sikdiknas No. 20 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disusun oleh masing-masing sekolah dengan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah.Penyerahan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada tiap sekolah dengan mengacu pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan bertujuan agar kurikulum tersebut dapat disesuaikan dengan karakter dan tingkat kemampuan sekolah masing-masing.
Pedoman penilaian dan penentuan kelulusan peserta didik mengacu pada SKL yang meliputi kompetensi untuk kelompok mata pelajaran atau kompetensi untuk seluruh mata pelajaran yang dinilai berdasarkan kualifikasi kemampuan mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Standar isi merupakan ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.Standar isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan.
e. Quantum learning
Quantum learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yangdapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu prosesyang menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa teknik yang dikemukakan merupakanteknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah populer dan umum digunakan.Namun,Bobbi DePorter mengembangkan teknik-teknik yang sasaran akhirnya ditujukan untukmembantu para siswa menjadi responsif dan bergairah dalam menghadapi tantangan danperubahan realitas (yang terkait dengan sifat jurnalisme).Quantum learning berakar dariupaya Georgi Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria.Ia melakukan eksperimen yangdisebutnya suggestology (suggestopedia). Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pastimempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti positif ataunegatif. Untuk mendapatkan sugesti positif, beberapa teknik digunakan.Para murid didalam kelas dibuat menjadi nyaman.Musik dipasang, partisipasi mereka didorong lebihjauh.Poster-poster besar, yang menonjolkan informasi, ditempel.Guru-guru yang terampildalam seni pengajaran sugestif bermunculan.
Selanjutnya Porter dkk mendefinisikan quantum learning sebagai “interaksi-interaksiyang mengubah energi menjadi cahaya.” Mereka mengasumsikan kekuatan energi sebagaibagian penting dari tiap interaksi manusia. Dengan mengutip rumus klasik E = mc2,mereka alihkan ihwal energi itu ke dalam analogi tubuh manusia yang “secara fisik adalahmateri”. “Sebagai pelajar, tujuan kita adalah meraih sebanyak mungkin cahaya: interaksi,hubungan, inspirasi agar menghasilkan energi cahaya”. Pada kaitan inilah, quantumlearning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar
f. Contextual Teaching and Learning /CTL
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakankonsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengansituasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuanyang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluargadan masyarakat.Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagisiswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja danmengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebihdipentingkan daripada hasil.
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya.Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukansesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukansendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola denganpendekatan kontekstual
g. cooperative learning
Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu modelpembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual.Sistem pengajaran CooperativeLearning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yangtermasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitusaling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlianbekerja sama, dan proses kelompok.
Falsafah yang mendasari pembelajaran Cooperative Learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo homini socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yangmenekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antarasesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orangatau lebih.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkanfaham konstruktivis.Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlahsiswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalammenyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerjasama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajarankooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belummenguasai bahan pelajaran.


a.      Active learning
Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkanpenggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapatmencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang merekamiliki. Di samping itu pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.
b.      PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan)
PAKEMadalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasanasedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakangagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalammembangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramahguru tentang pengetahuan. Sehingga, jika pembelajaran tidak memberikan kesempatankepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan denganhakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasiyang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain.Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehinggamemenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa.Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh padabelajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi.Menurut hasil penelitian, tingginyawaktu curah terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklahcukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harusdikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memilikisejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif danmenyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya sepertibermain biasa.
c.       Kendala-kendala Dalam Inovasi Pendidikan
Kendala-kendala yang mempengaruhi keberhasilan usaha inovasi pendidikan
a.       konflik dan motivasi yang kurang sehat
b.      lemahnya berbagai faktor penunjang sehingga mengakibatkan tidak berkembangnyainovasi yang dihasilkan
c.       keuangan (finacial) yang tidak terpenuhi
d.       penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil inovasi
e.       kurang adanya hubungan sosial dan publikasi (Subandiyah 1992:81).
d.       Penolakan (Resistance)
Ada beberapa hal mengapa inovasi sering ditolak atau tidak dapat diterima olehpara
pelaksanaan inovasi di lapangan atau di sekolah sebagai berikut:
1.      Sekolah atau guru tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, penciptaan dan bahkanpelaksanaan inovasi tersebut, sehingga ide baru atau inovasi tersebut dianggapoleh guru. atau sekolah bukan miliknya, dan merupakan kepunyaan orang lain yangtidak perlu dilaksanakan, karena tidak sesuai dengan keinginan atau kondisi sekolah mereka.
2.      Guru ingin mempertahankan sistem atau metode yang mereka lakukan saat sekarang,karena sistem atau metode tersebut sudah mereka laksanakan bertahun-tahun dantidak ingin diubah. Disamping itu sistem yang mereka miliki dianggap oleh merekamemberikan rasa aman atau kepuasan serta sudah baik sesuai dengan pikiran mereka.Hal senada diungkapkan pula Day dkk (1987) dimana guru tetap mempertahankansistem yang ada.
3.       Inovasi yang baru yang dibuat oleh orang lain terutama dari pusat (khususnyaDepdiknas) belum sepenuhnya melihat kebutuhan dan kondisi yang dialami oleh gurudan siswa. Hal ini juga diungkapkan oleh Munro (1987:36) yang mengatakan bahwa"mismatch between teacher's intention and practice is important barrier to the successof the innovatory program".
4.       Inovasi yang diperkenalkan dan dilaksanakan yang berasal dari pusat merupakankecenderungan sebuah proyek dimana segala sesuatunya ditentukan oleh penciptainovasi dari pusat. Inovasi ini bisa terhenti kalau proyek itu selesai atau kalau finasialdan keuangannya sudah tidak ada lagi. Dengan demikian pihak sekolah atau guruhanya terpaksa melakukan perubahan sesuai dengan kehendak para inovator di pusatdan tidak punya wewenang untuk merubahnya.
5.      Kekuatan dan kekuasaan pusat yang sangat besar sehingga dapat menekan sekolah atau guru melaksanakan keinginan pusat, yang belum tentu sesuai dengan kemauan mereka dan situasi sekolah mereka.



e.       Faktor-Faktor Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan Dalam Inovasi pendidikan
Untuk menghindari  penolakan seperti yang disebutkan di atas,faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan dalam inovasi pendidikanadalah guru, siswa, kurikulum dan fasilitas, dan program/tujuan,
1.      Guru
Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihakyang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dankewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajardi kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru harus pandai membawasiswanya kepada tujuan yang hendak dicapai.Ada beberapa hal yang dapat membentuk kewibawaan guru antara lainadalah penguasaan materi yang diajarkan, metode mengajar yang sesuaidengan situasi dan kondisi siswa, hubungan antar individu, baik dengansiswa maupun antar sesama guru dan unsur lain yang terlibat dalamproses pendidikan seperti adminstrator, misalnya kepala sekolah dantata usaha serta masyarakat sekitarnya, pengalaman dan keterampilanguru itu sendiri.
Dengan demikian, maka dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan gurumulai dari perencanaan inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaandan evaluasinya memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilansuatu inovasi pendidikan. Tanpa melibatkan mereka, maka sangat mungkinmereka akan menolak inovasi yang diperkenalkan kepada mereka. Hal iniseperti diuraikan sebelumnya, karena mereka menganggap inovasi yangtidak melibatkan mereka adalah bukan miliknya yang harus dilaksanakan,tetapi sebaliknya mereka menganggap akan mengganggu ketenangan dankelancaran tugas mereka. Oleh karena itu, dalam suatu inovasipendidikan, gurulah yang utama dan pertama terlibat karena gurumempunyai peran yang luas sebagai pendidik, sebagai orang tua, sebagaiteman, sebagai dokter, sebagi motivator dan lain sebagainya. (Wright, 1987)
2.      Siswa
Sebagai obyek utama dalam pendidikan terutama dalam proses belajarmengajar, siswa memegang peran yang sangat dominan. Dalam prosesbelajar mengajar, siswa dapat menentukan keberhasilan belajar melaluipenggunaan intelegensia, daya motorik, pengalaman, kemauan dankomitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan. Hal ini bias terjadi apabila siswa juga dilibatkan dalam proses inovasi pendidikan,walaupun hanya dengan mengenalkan kepada mereka tujuan dari padaperubahan itu mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan,sehingga apa yang mereka lakukan merupakan tanggung jawab bersama yangharus dilaksanakan dengan konsekwen. Peran siswa dalam inovasipendidikan tidak kalah pentingnya dengan peran unsur-unsur lainnya,karena siswa bisa sebagai penerima pelajaran, pemberi materi pelajaranpada sesama temannya, petunjuk, dan bahkan sebagai guru.Oleh karenaitu, dalam memperkenalkan inovasi pendidikan sampai denganpenerapannya, siswa perlu diajak atau dilibatkan sehingga mereka tidaksaja menerima dan melaksanakan inovasi tersebut, tetapi jugamengurangi resistensi seperti yang diuraikan sebelumnya.
3.      Kurikulum
Kurikulum pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum sekolah meliputiprogram pengajaran dan perangkatnya merupakan pedoman dalampelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Oleh karena itukurikulum sekolah dianggap sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkandalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga dalam pelaksanaaninovasi pendidikan, kurikulum memegang peranan yang sama denganunsur-unsur lain dalam pendidikan. Tanpa adanya kurikulum dan tanpamengikuti program-program yang ada di dalamya, maka inovasi pendidikantidak akan berjalan sesuai dengan tujuan inovasi itu sendiri. Olehkarena itu, dalam pembahruan pendidikan, perubahan itu hendaknyasesuai dengan perubahan kurikulum atau perubahan kurikulum diikutidengan pembaharuan pendidikan dan tidak mustahil perubahan darikedua-duanya akan berjalan searah.
4.      Fasilitas
Fasilitas, termasuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak bias diabaikan dalam dalam proses pendidikan khususnya dalam proses belajarmengajar. Dalam pembahruan pendidikan, tentu saja fasilitas merupakanhal yang ikut mempengaruhi kelangsungan inovasi yang akan diterapkan.
Tanpa adanya fasilitas, maka pelaksanaan inovasi pendidikan akanbias dipastikan tidak akan berjalan dengan baik. Fasilitas, terutamafasilitas belajar mengajar merupakan hal yang esensial dalammengadakan perubahan dan pembahruan pendidikan.Oleh karena itu, jikadalam menerapkan suatu inovasi pendidikan, fasilitas perludiperhatikan.Misalnya ketersediaan gedung sekolah, bangku, meja dansebagainya.

5.      Lingkup Sosial Masyarakat.
Dalam menerapakan inovasi pendidikan, ada hal yang tidak secaralangsung terlibat dalam perubahan tersebut tapi bisa membawa dampak,baik positif maupun negatif, dalam pelaklsanaan pembahruan pendidikan.Masyarakat secara tidak langsung atau tidak langsung, sengaja maupuntidak, terlibat dalam pendidikan. Sebab, apa yang ingin dilakukandalam pendidikan sebenarnya mengubah masyarakat menjadi lebih baikterutama masyarakat di mana peserta didik itu berasal. Tanpamelibatkan masyarakat sekitarnya, inovasi pendidikan tentu akanterganggu, bahkan bisa merusak apabila mereka tidak diberitahu ataudilibatkan. Keterlibatan masyarakat dalam inovasi pendidikansebaliknya akan membantu inovator dan pelaksana inovasi dalammelaksanakan inovasi pendidikan.