Bimbingan dan konseling adalah upaya pemberian bantuan kepada peserta
didik dengan menciptakan lingkungan perkembangan yang kondusif,
dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, supaya peserta didik
dapat memahami dirinya sehingga sanggup mengarahkan diri dan dapat
bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan tugas-tugas perkembangan.
Upaya bantuan ini dilakukan secara terencana dan sistematis untuk semua
peserta didik berdasarkan identifikasi kebutuhan mereka, pendidik,
institusi dan harapan orang tua dan dilakukan oleh seorang tenaga
profesional bimbingan dan konseling yaitu konselor.
Prof.Dr.H.Prayitno,M.Sc.Ed dalam bukunya “Dasar-dasar Bimbingan dan
konseling” (1994) menyatakan bahwa “tujuan umum bimbingan dan konseling
adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal
sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya
(seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang
yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status social
ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Dalam hal
ini bimbingan dan konseling membantu individu untuk menjadi insan yang
berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan,
interprestasi,pilihan, penyesuaian, dan ketrampilan yang tepat berkenaan
dengan diri sendiri dan lingkungannya.” Melihat dari apa yang diuraikan
di atas dan membandingkannya dengan kenyataan yang ada di lingkungan
pendidikan kita saat ini, masih banyak permasalahan-permasalahan atau
kesalahpahaman dalam bidang bimbingan dan konseling ini. Permasalahan
itu timbul mungkin karena bimbingan dan konseling itu digeluti oleh
berbagai pihak dengan latar belakang yang sangat bervariasi.Disamping
itu juga kurangnya literatur sehingga pemahaman mereka tentang bimbingan
dan konseling kurang. Sabar Rutoto dalam tulisannya yg berjudul
“Menyongsong Pelayanan Bimbingan Konseling Sekolah di Era Modern” di
Majalah Ilmiah Pawiyatan, menyatakan : Kenyataan dilapangan menunjukan
masih adanya titik lemah dalam pelaksanaan BK.
Kelemahan itu diantaranya adalah masih banyak tenaga pelaksana tidak
berpendidikan khusus bimbingan : kalau ada tenaga khusus bmbingan mereka
berpendidikan jenjang sarjana angkatan tahun delapan puluhan yang note
bene materi pada waktu itu masih minim. Ada tenaga berkualifikasi penuh
tetapi jumlahnya kurang dibandingkan dengan jumlah siswa yang harus
dilayani atau mereka harus merangkap mengajar atau tugas-tugas lain yang
tidak ada relevansinya. Tidak adanya ruangan khusus untuk konseling.
Ruang bimbingan menjadi satu dengan ruang Tata Usaha atau ruang UKS
dipisahkan dengan bagian lainnya hanya dengan almari sebagai penyekat.
Atau ada ruangan khusus tetapi dengan ukuran tidak memadai dan untuk
menampung segala macam kegiatan BK dan keperluan kerja guru pembimbing
tidak tersedia alat ukur dan materi bimbingan .Tidak memadainya biaya
yang disediakan , Kurang diperoleh kerjasama dengan personil lain di
sekolah, sebagian karena kurang pengertian mereka mengenai tujuan dan
hakekat BK, Belum adanya manajemen BK yang di kelola secara professional
dan maju, sehingga mutu layanan BK di sekolah masih kurang dan belum
mampu memenuhi tuntutan motto “BK peduli Siswa” dalam makna yang kita
harapkan. Permasalahan yang di paparkan oleh Sabar Rutoto itu merupakan
juga permasalahan yang ada di daerah kita. Dan bila kita cerna dan
renungkan,masalah itu timbul bukan dari satu pihak, namun dari berbagai
pihak dan tidak menutup kemungkinan juga permasalahan tersebut timbul
karena dari pihak Guru pembimbingnya sendiri. Membahas tentang
permasalahan ataupun kesalahpahaman dalam Bimbingan dan Konseling,
Prof.Dr.H.Prayitno,M.Sc.Ed dalam bukunya “Dasar-dasar Bimbingan dan
konseling” (1994) memaparkan 15 kesalahpahaman yang sering dijumpai
dilapangan, yaitu :
1. Bimbingan dan Konseling disamakan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling adalah
identik dengan pendidikan sehingga sekolah tidak perlu lagi bersusah
payah menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling, karena
dianggap sudah implisit dalam pendidikan itu sendiri. Cukup mantapkan
saja pengajaran sebagai pelaksanaan nyata dari pendidikan. Mereka sama
sekali tidak melihat arti penting bimbingan dan konseling di sekolah.
Sementara ada juga yang berpendapat pelayanan bimbingan dan konseling
harus benar-benar terpisah dari pendidikan dan pelayanan bimbingan dan
konseling harus secara nyata dibedakan dari praktik pendidikan
sehari-hari. Walaupun guru dalam melaksanakan pembelajaran siswa
dituntut untuk dapat melakukan kegiatan-kegiatan interpersonal dengan
para siswanya, namun kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak hal yang
menyangkut kepentingan siswa yang tidak bisa dan tidak mungkin dapat
dilayani sepenuhnya oleh guru di sekolah melalui pelayanan pengajaran
semata, seperti dalam hal pelayanan dasar (kurikulum bimbingan dan
konseling), perencanaan individual, pelayanan responsif, dan beberapa
kegiatan khas Bimbingan dan Konseling lainnya. Begitu pula, Bimbingan
dan Konseling bukanlah pelayanan eksklusif yang harus terpisah dari
pendidikan. Pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya memiliki
derajat dan tujuan yang sama dengan pelayanan pendidikan lainnya (baca:
pelayanan pengajaran dan/atau manajemen), yaitu mengantarkan para siswa
untuk memperoleh perkembangan diri yang optimal. Perbedaan terletak
dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, dimana masing-masing memiliki
karakteristik tugas dan fungsi yang khas dan berbeda (1).
2. Menyamakan pekerjaan Bimbingan dan Konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater.
Dalam hal-hal tertentu memang terdapat persamaan antara pekerjaan
bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater, yaitu
sama-sama menginginkan konseli/pasien terbebas dari penderitaan yang
dialaminya, melalui berbagai teknik yang telah teruji sesuai dengan
masing-masing bidang pelayanannya, baik dalam mengungkap masalah
konseli/pasien, mendiagnosis, melakukan prognosis atau pun
penyembuhannya. Kendati demikian, pekerjaan bimbingan dan konseling
tidaklah persis sama dengan pekerjaan dokter atau psikiater. Dokter dan
psikiater bekerja dengan orang sakit sedangkan konselor bekerja dengan
orang yang normal (sehat) namun sedang mengalami masalah.Cara
penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat reseptual dan
pemberian obat, serta teknis medis lainnya, sementara bimbingan dan
konseling memberikan cara-cara pemecahan masalah secara konseptual
melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental/psikis,
modifikasi perilaku, pengubahan lingkungan, upaya-upaya perbaikan dengan
teknik-teknik khas bimbingan dan konseling.
3. Bimbingan dan Konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang bersifat insidental.
Memang tidak dipungkiri pekerjaan bimbingan dan konseling salah satunya
bertitik tolak dari masalah yang dirasakan siswa, khususnya dalam rangka
pelayanan responsif, tetapi hal ini bukan berarti bimbingan dan
konseling dikerjakan secara spontan dan hanya bersifat reaktif atas
masalah-masalah yang muncul pada saat itu. Pekerjaan bimbingan dan
konseling dilakukan berdasarkan program yang sistematis dan terencana,
yang di dalamnya mengggambarkan sejumlah pekerjaan bimbingan dan
konseling yang bersifat proaktif dan antisipatif, baik untuk kepentingan
pencegahan, pengembangan maupun penyembuhan (pengentasan)
4. Bimbingan dan Konseling dibatasi hanya untuk siswa tertentu saja.
Bimbingan dan Konseling tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang
bermasalah atau siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun
bimbingan dan konseling harus dapat melayani seluruh siswa (Guidance and
Counseling for All). Setiap siswa berhak dan mendapat kesempatan
pelayanan yang sama, melalui berbagai bentuk pelayanan bimbingan dan
konseling yang tersedia.
5. Bimbingan dan Konseling melayani “orang sakit” dan/atau “kurang/tidak normal”.
Sasaran Bimbingan dan Konseling adalah hanya orang-orang normal yang
mengalami masalah. Melalui bantuan psikologis yang diberikan konselor
diharapkan orang tersebut dapat terbebaskan dari masalah yang
menghinggapinya. Jika seseorang mengalami keabnormalan yang akut
tentunya menjadi wewenang psikiater atau dokter untuk penyembuhannya.
Masalahnya, tidak sedikit petugas bimbingan dan konseling yang
tergesa-gesa dan kurang hati-hati dalam mengambil kesimpulan untuk
menyatakan seseorang tidak normal. Pelayanan bantuan pun langsung
dihentikan dan dialihtangankan (referal).
6. Pelayanan Bimbingan dan Konseling berpusat pada keluhan pertama (gejala) saja.
Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dari gejala yang
ditemukan atau keluhan awal disampaikan konseli. Namun seringkali justru
konselor mengejar dan mendalami gejala yang ada bukan inti masalah dari
gejala yang muncul. Misalkan, menemukan siswa dengan gejala sering
tidak masuk kelas, pelayanan dan pembicaraan bimbingan dan konseling
malah berkutat pada persoalan tidak masuk kelas, bukan menggali sesuatu
yang lebih dalam dibalik tidak masuk kelasnya.
7. Bimbingan dan Konseling menangani masalah yang ringan.
Ukuran berat-ringannya suatu masalah memang menjadi relatif, seringkali
masalah seseorang dianggap sepele, namun setelah diselami lebih dalam
ternyata masalah itu sangat kompleks dan berat. Begitu pula sebaliknya,
suatu masalah dianggap berat namun setelah dipelajari lebih jauh
ternyata hanya masalah ringan saja. Terlepas berat-ringannya yang paling
penting bagi konselor adalah berusaha untuk mengatasinya secara cermat
dan tuntas. Jika segenap kemampuan konselor sudah dikerahkan namun belum
juga menunjukan perbaikan maka konselor seyogyanya mengalihtangankan
masalah (referal) kepada pihak yang lebih kompeten
8. Petugas Bimbingan dan Konseling di sekolah diperankan sebagai “polisi sekolah”.
Masih banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah “polisi
sekolah” yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin dan
keamanan di sekolah.Tidak jarang konselor diserahi tugas mengusut
perkelahian ataupun pencurian, bahkan diberi wewenang bagi siswa yang
bersalah. Dengan kekuatan inti bimbingan dan konseling pada pendekatan
interpersonal, konselor justru harus bertindak dan berperan sebagai
sahabat kepercayaan siswa, tempat mencurahkan kepentingan apa-apa yang
dirasakan dan dipikirkan siswa. Konselor adalah kawan pengiring,
penunjuk jalan, pemberi informasi, pembangun kekuatan, dan pembina
perilaku-perilaku positif yang dikehendaki sehingga siapa pun yang
berhubungan dengan bimbingan konseling akan memperoleh suasana sejuk dan
memberi harapan.
9. Bimbingan dan Konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat.
Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian
nasihat. Pemberian nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari
upaya-upaya bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling
menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi
klien secara optimal.
10. Bimbingan dan konseling bekerja sendiri atau harus bekerja sama dengan ahli atau petugas lain
Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi,
melainkan proses yang sarat dengan unsur-unsur budaya,sosial,dan
lingkungan. Oleh karenanya pelayanan bimbingan dan konseling tidak
mungkin menyendiri. Konselor perlu bekerja sama dengan orang-orang yang
diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang sedang dihadapi
oleh klien. Di sekolah misalnya, masalah-masalah yang dihadapi oleh
siswa tidak berdiri sendiri.Masalah itu sering kali saling terkait
dengan orang tua,siswa,guru,dan piha-pihak lain; terkait pula dengan
berbagai unsur lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitarnya. Oleh
sebab itu penanggulangannya tidak dapat dilakukan sendiri oleh guru
pembimbing saja .Dalam hal ini peranan guru mata pelajaran, orang tua,
dan pihak-pihak lain sering kali sangat menentukan. Guru pembimbing
harus pandai menjalin hubungan kerja sama yang saling mengerti dan
saling menunjang demi terbantunya siswa yang mengalami masalah itu. Di
samping itu guru pembimbing harus pula memanfaatkan berbagai sumber daya
yang ada dan dapat diadakan untuk kepentingan pemecahan masalah siswa.
Guru mata pelajaran merupakan mitra bagi guru pembimbing, khususnya
dalam menangani masalah-masalah belajar. Namun demikian, konselor atau
guru pembimbing tidak boleh terlalu mengharapkan bantuan ahli atau
petugas lain. Sebagai tenaga profesional konselor atau guru pembimbing
harus mampu bekerja sendiri, tanpa tergantung pada ahli atau petugas
lain. Dalam menangani masalah siswa guru pembimbing harus harus berani
melaksanakan pelayanan, seperti “praktik pribadi”, artinya pelayanan itu
dilaksanakan sendiri tanpa menunggu bantuan orang lain atau tanpa
campur tangan ahli lain. Pekerjaan yang profesional justru salah satu
cirinya pekerjaan mandiri yang tidak melibatkan campur tangan orang lain
atau ahli.
11. Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain harus pasif Sesuai dengan asas kegiatan,
di samping konselor yang bertindak sebagai pusat penggerak bimbingan dan
konseling, pihak lain pun, terutama klien,harus secara langsung aktif
terlibat dalam proses tersebut.Lebih jauh, pihak-pihak lain hendaknya
tidak membiarkan konselor bergerak dan berjalan sendiri. Di sekolah,
guru pembimbing memang harus aktif, bersikap “jemput bola”, tidak hanya
menunggu didatangi siswa yang meminta layanan kepadanya.Sementara itu,
personil sekolah yang lain hendaknya membantu kelancaran usaha pelayanan
itu. Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling adalah usaha
bersama yang beban kegiatannya tidak semata-mata ditimpakan hanya kepada
konselor saja. Jika kegiatan yang pada dasarnya bersifat usaha bersama
itu hanya dilakukan oleh satu pihak saja, dalam hal ini konselor, maka
hasilnya akan kurang mantap, tersendat-sendat, atau bahkan tidak
berjalan sama sekali.
12. Menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja
Benarkah pekerjaan bimbingan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja?
Jawabannya bisa saja “benar” dan bisa pula “tidak”. Jawaban ”benar”,
jika bimbingan dan konseling dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan
dapat dilakukan secara amatiran belaka. Sedangkan jawaban ”tidak”, jika
bimbingan dan konseling itu dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip
keilmuan dan teknologi (yaitu mengikuti filosopi, tujuan, metode, dan
asas-asas tertentu), dengan kata lain dilaksanakan secara profesional.
Salah satu ciri keprofesionalan bimbingan dan konseling adalah bahwa
pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang
bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan
dan latihan yang cukup lama di Perguruan Tinggi.
13. Menyama-ratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien
Cara apapun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah haruslah
disesuaikan dengan pribadi klien dan berbagai hal yang terkait
dengannya.Tidak ada suatu cara pun yang ampuh untuk semua klien dan
semua masalah. Bahkan sering kali terjadi, untuk masalah yang sama pun
cara yang dipakai perlu dibedakan. Masalah yang tampaknya “sama” setelah
dikaji secara mendalam mungkin ternyata hakekatnya berbeda, sehingga
diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasinya. Pada dasarnya.pemakaian
sesuatu cara bergantung pada pribadi klien, jenis dan sifat masalah,
tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan dan konseling,
dan sarana yang tersedia.
14. Memusatkan usaha Bimbingan dan Konseling hanya pada penggunaan instrumentasi
Perlengkapan dan sarana utama yang pasti dan dan dapat dikembangkan
pada diri konselor adalah “mulut” dan keterampilan pribadi. Dengan kata
lain, ada dan digunakannya instrumen (tes.inventori,angket dan dan
sebagainya itu) hanyalah sekedar pembantu. Ketidaan alat-alat itu tidak
boleh mengganggu, menghambat, atau bahkan melumpuhkan sama sekali usaha
pelayanan bimbingan dan konseling.Oleh sebab itu, konselor hendaklah
tidak menjadikan ketiadaan instrumen seperti itu sebagai alasan atau
dalih untuk mengurangi, apa lagi tidak melaksanakan layanan bimbingan
dan konseling sama sekali.Tugas bimbingan dan konseling yang baik akan
selalu menggunakan apa yang dimiliki secara optimal sambil terus
berusaha mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan
15. Menganggap hasil pekerjaan Bimbingan dan Konseling harus segera terlihat.
Disadari bahwa semua orang menghendaki agar masalah yang dihadapi klien
dapat diatasi sesegera mungkin dan hasilnya pun dapat segera dilihat.
Namun harapan itu sering kali tidak terkabul, lebih-lebih kalau yang
dimaksud dengan “cepat” itu adalah dalam hitungan detik atau jam. Hasil
bimbingan dan konseling tidaklah seperti makan sambal, begitu masuk ke
mulut akan terasa pedasnya. Hasil bimbingan dan konseling mungkin saja
baru dirasakan beberapa hari kemudian, atau bahkan beberapa tahun
kemuadian.. Misalkan, siswa yang mengkonsultasikan tentang cita-citanya
untuk menjadi seorang dokter, mungkin manfaat dari hasil konsultasi akan
dirasakannya justru pada saat setelah dia menjadi seorang dokter.
Melihat dari uraian di atas, jelas bahwa kesalahpahaman yang terjadi
tersebut menyangkut hubungan antara bimbingan dan konseling dengan
pendidikan, bagaimana peranan seorang konselor di sekolah, jenis bantuan
yang diberikan, karakteristik masalah yang ditangani, prosedur kerja,
kualifikasi keahlian, hasil yang harus dicapai, serta penggunaan
instrumentasi bimbingan dan konseling. Haruskan permasalahan ini
berlanjut terus, hingga apa yang dikonsepkan tentang bimbingan dan
konseling menjadi kabur di masyarakat dan akhirnya timbul penilaian yang
negatif terhadap bimbingan dan konseling. Banyak yang harus dilakukan
untuk permasalahan ini, agar adanya meningkatkan pelayanan Bimbingan dan
Konseling yang berdaya guna.Mari kita bangun kerjasama yang baik dalam
satu tujuan yang sama yaitu menjadikan anak didik kita menjadi manusia
yang berguna bagi bangsa dan Negara. Menciptakan kerjasama yang baik
dengan pihak-pihak tertentu sangatlah tidak mudah, perlu adanya kerja
keras dari Guru pembimbing. Untuk itu perlu adanya langkah-langkah
penguatan dan penegasan peran serta identitas profesi. Langkah-langkah
tersebut adalah :
1. Memahamkan Para kepala Sekolah Diyakini bahwa dukungan Kepala Sekolah
dalam implementasi dan penanganan program Bimbingan dan Konseling di
sekolah, sangat esensial, Hubungan antara kepala sekolah dengan konselor
sangat penting terutama di dalam menentukan keefektifan program. Kepala
Sekolah yang memahami dengan baik profesi Bimbingan dan konseling akan :
a. Memberikan kepercayaan kepada konselor dan memelihara komunikasi yang teratur dalam berbagai bentuk.
b. Memahami dan merumuskan peran konseling
c. Menempatkan staf sekolah sebagai tim atau mitra kerja
2. Membebaskan konselor dari tugas yang tidak relevan Masih ada konselor
di sekolah yang diberi tugas mengajar bidang studi, bahkan mengrus
hal-hal yang tidak relevan dengan Bimbingan dan Konseling seperti
petugas piket, Bagian tata tertib sekolah , wali kelas dsb nya.
Tugas-tugas ini tidak relevan dengan latar belakang pendidikan dan
tidak akan menjadikan Bimbingan dan Konseling dapat dilaksanakan secara
professional. Contoh : seorang pembimbing di tugas kan sebagai guru
piket, pada saat dia piket ada seorang siswa yang terlambat dan menurut
aturan bahwa siswa yang terlambat harus di hukum dahulu oleh guru piket
baru boleh masuk kelas. Tidak kah hal ini akan menjadikan fungsi
Bimbingan dan konseling menjadi kabur.Dimana seorang guru pembimbing di
tuntut untuk menghindari sikap menghukum siswa,namun karena sebagai guru
piket,dia harus menjalani tugasnya sebagai guru piket.
3. Membangun Standar Supervisi Tidak terpenuhinya standar yang
diharapkanuntuk melakukan supervise Bimbingan dan Konseling membuat
layanan tersebut terhambat dan tidak efektif. Supervisi yang dilakukan
oleh orang yang tidak memahami dan tidak berlatarbelakang Bimbingan dan
Konseling bisa membuat perlakuan supervise Bimbingan dan Konseling
disamakan dengan perlakuan supervise guru bidang studi. Akibatnya
balikan yang diperoleh konselor dari pengawas bukanlah hal-hal yang
substanstif tentang kemampuan bimbingan dan konseling melainkan hal-hal
tekhnis administrative. Supervisi Bimbingan dan konseling mesti di
arahkan kepada upaya membina ketrampilan professional konselor seperti :
Memahirkan ketrampilan konseling, belajar bagaimana menangani
kesulitan siswa, mempraktekkan kode etik profesi, Mengembangkan program
Komprehensif, mengembangkan ragam intervensi psikologis, dan melakukan
fungsi-fungsi yang relevan.
4. Melakukan Sosialisasi tentang fungsi dan Tujuan Bimbingan dan
konseling Banyak cara untuk melakukan sosialisasi ini. Diantaranya
melakukan Seminar-seminar pendidikan yang diselenggarakan oleh ABKIN
untuk semua guru Bidang studi. Selalu berbicara dalam rapat atau
musyawarah yang diadakan di sekolah sendiri. Bertukar pikiran dengan
teman-teman guru di sekolah dan sambil menjelaskan fungsi dan kedudukan
Bimbingan dan konseling sebenarnya.
5. Meningkatkan kinerja guru pembimbing sendiri Banyak yang bisa kita
lakukan sebagai guru pembimbinguntuk meningkatkan kinerja kita. Paling
tidak kita punya niat untuk bekerja secara professional.Hal ini sudah
bisa menjadi motifasi kita untuk maju Adapun yang bisa dilakukan
diantaranya :
a. Mengikuti kegiatan MGBK. Pemerintah sudah menyiapkan dana untuk
melakukan kegiatan MGBK. Maka ikutilah kegiatan itu secara aktif, selain
ilmu baru kita dapat, kita juga bisa searing dengan rekan sesama
konselor.
b. Mengikuti seminar-seminar Pendidikan Beberapa tahun belakangan ini,
banyak sekali instansi , lembaga atau organisasi yang mengadakan
seminar.Untuk kita yang berprofesi konselor.Perdalamlah ilmu kita dengan
kegiatan seminar khusus bimbingan dan konseling.
c. Memanfaat Ilmu Tekhnologi untuk mengembangkan pengetahuan Banyak
sekali informasi-informasi yang bisa kita dapat melalui internet. Banyak
tulisan-tulisan yng di buat oleh mahasiswa, dosen, guru pembimbing dan
bahkan pakar-pakar Bimbingan konseling juga membagi ilmunya melalui
internet.
d. Menambah ilmu dengan mengikuti pendidikan yang lebih tinggi lagi.
Tanpa kesadaran dari praktisi Bimbingan dan konseling untuk menanggapi
masalah ini, maka bimbingan dan konseling tidak akan maju dan berkembang
dan akhirnya tidak bisa melakukan pelayanan-pelayanan terhadap siswa
yang menghadapi perkembangan dunia yang semakin kompleks dan penuh
dengan permasalahan-permasalahan hidup. Heriyanti,S.Pd
http://wwwheriyanti-heriyanti.blogspot.com/2011/09/kesalahpahaman-yang-harus-diperbaiki.html
siiip lh...
BalasHapusokeee....
BalasHapusinfonya bermanfaat